Lain lagi penuturan Bapak Musa seorang purnawirawan, yang beralamat di Cipulir Jaksel, saat mengadukan keterlibatan putranya Mahdi Sudrajat dalam gerakan NII sejak 5 tahun lalu, kemudian memusatkan kegiatannya di Ma'had Al-Zaytun, Haurgeulis, Indramayu sejak ma had tersebut sebelum diresmikan Habibie bulan Agustus tahun 1999.
Datang kepada penulis disertai putranya Mahdi Sudrajat yang kini menjadi pengajar santri kelas I Tsanawiy Ma'had Al-Zaytun, padahal ia sendiri adalah sarjana lulusan Universitas Mercu Buana Fakultas Tehnik Industri, lulusan terbaik.
Setelah bekerja beberapa bulan tiba-tiba cabut dan pamit untuk bekerja di ma'had Al-Zaytun. Ketika bapak dan putranya yang sudah sekian lama menjadi aktivis NII dan dua tahun lebih menjadi pengajar di ma had Al-Zaytun ini sempat datang ke kantor sekretariat SIKAT.
Untuk pertama kalinya sang putra pak Musa ini berpura-pura tidak mengerti tentang ini dan itu yang berkaitan dengan Al-Zaytun dan gerakan rahasia (bawah tanah) istilah mereka gerakan kahfi NII. Namun setelah sang bapak mengingatkan masa lalu sebelum di Al-Zaytun yang pernah digerebeg malja tempat mereka mengaji dan berkumpul lantas dikejar-kejar oleh aparat dan bagaimana sang putra dahulu mengamankan dokumen-dokumen yang dibantu pula oleh sang bapak, akhirnya Mahdi Sudrajat pun bersedia buka kartu dan bersedia pula membantu untuk memberikan informasi yang diperlukan.
Diantaranya adalah informasi tentang adanya keputusan sepihak dan mendadak ditiadakannya liburan kenaikan kelas pada tahun ini dengan alasan diisi dengan kegiatan penting TC (Training Centre) oleh ma had atas perintah langsung syaykhul Ma had selama 2 pekan penuh.
Keputusan mendadak itu sebenarnya merupakan antisipasi bagi kemungkinan banyaknya pengunduran diri para santri secara massal atas keputusan para wali atau orangtua setelah mereka mengetahui dan tersadarkan, karena banyak pihak yang telah membuka dan membongkar kesesatan maupun kejahatan serta matarantai gerakan sesat NII ada di balik kedok penyelenggaraan pendidikan ma had Al-Zaytun.
Hal ini dilakukan oleh ma had lantaran banyaknya protes dan keberatan para wali santri yang berbondong-bondong membawa buku yang disusun penulis, untuk meminta penjelasan dan tanggapan langsung dari syaikhul ma had.
Namun dengan nada enteng pihak ma had menanggapi para wali santri tersebut dengan jawaban sederhana: ini hanya fitnah dan karena hasad serta persaingan bisnis pendidikan semata-mata, syaykul Ma had telah mendatangi LPPI lembaga yang telah menerbitkan buku tersebut, dan pihak LPPI pun telah mengajukan permohonan ma afnya.
Begitulah cara Abu Toto meredam kemarahan orangtua santri. Karena pada kenyataannya, syaykhul ma had tidak pernah ke LPPI, atau menemui penulis (Umar Abduh).