Kamis, Februari 16, 2006

Sesatkah NII Al Zaytun ?

Assalamu'alaikum wr. wb.

Ustadz, sesatkah NII? Soalnya ada beberapa teman yang mengajak ikut pengajian dan pada akhir pengajiannya kita diberikan pilihan untuk hijrah atau tetap dalam kekafiran.

Bagaimana menyikapinya?

Ikhwan
Depok
2003-06-18 14:51:35

Jawaban:

Assalamu `alaikum Wr. Wb.

Bismillahirrahmanirrahiem. Alhamdulillahi Rabbil `Alamin. Wash-shalatu Was-Salamu `alaa Sayyidil Mursalin. Wa ba`d,

Pengajian yang diselenggarakan kelompok tertentu dengan mengkafirkan orang muslim yang tidak berbai`at kepada imam mereka adalah bentuk pemahaman yang keliru tentang makna Islam dan Makna Syahadatain. Seolah-olah mereka mengatakan bahwa pintu masuk Islam itu hanya ada pada imam atau amir mereka saja. Padahal dari mana mereka mendapatkan hak untuk menentukan seseorang menjadi muslim atau tidak. Jangankan imam mereka, sedangkan para shahabat sekalipun tidak berhak menentukan seseorang itu masuk Islam atau tidak.

Karena urusan bai`at bukanlah urusan menjadi seorang muslim atau bukan. Bai`at adalah perjanjian yang dilakukan oleh orang yang statusnya adalah muslim dalam rangka taat kepada Allah. Seperti Bai`atul Aqabah yang dilakukan oleh para shahabat Rasulullah SAW dari Madinah. Mereka adalah orang-orang Islam yang telah masuk Islam sejak paling tidak setahun sebelumnya. Karena setahun sebelumnya, Rasulullah SAW telah mengutus Mush`ab bin Umair ke Madinah untuk berdakwah dan mengajak mereka masuk Islam.

Begitu juga Baitur Ridhwan yang dilakukan oleh para sekitar 1.500 orang shahabat di bawah sebuah pohon di Hudaybiyah saat mereka akan menunaikan ibadah haji namun tertahan dan tidak bisa masuk ke kota Makkah. Peristiwa itu diceritakan oleh Allah SWT dalam Al-Quran :

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu'min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon , maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat. (QS. Al-Fath : 18)

Mereka tidak lain adalah orang-orang muslim yang sudah lama masuk Islam. Dan tentu saja tidak semua orang Islam harus berbaiat, karena berbai`at umumnya digunakan untuk meneguhkan janji setia dalam memperjuangkan agama Allah. Sehingga mereka yang tidak berbai`at tidak bisa dihukumi sebagai kafir atau non Islam.

Adapun hadits yang menyebutkan bahwa barang siapa yang mati dan belum pernah berbai`at, matinya mati jahiliyah, punya pengertian tersendiri sebagaimana telah kami bahas dalam situs ini sebelumnya..

Lengkapnya hadits tersebut adalah bahwa Rasulullah SAW bersabda : Barang siapa yang mati dan tidak ada ikatan bai at di pundaknya maka ia pasti mati seperti mati di jaman jahiliyah (HR Muslim 2/136)

Namum begitu, Fuqoha Malikiah berpendapat, masyarakat umum tidak perlu melakukan bai at. Tetapi cukup bagi mereka meyakini bahwa mereka di bawah perintah imam yang dibai at dan mereka diharuskan untuk taat terhadap imam tersebut.

Sedangkan orang yang terpilih untuk menjadi imam, ia wajib menerima bai at tersebut jika memang terpilih dan tidak ada orang yang memenuhi persyaratan selain dirinya. Akan tetapi jika yang memenuhi persyaratan jumlahnya lebih dari satu maka kewajiban tersebut berubah menjadi fardu kifayah. (Mausu ah Fiqhiyyah 7/275).

PENGERTIAN MATI JAHILIYYAAH

Dalam Fathul Baary, Ibnu Hajar memberikan komentar tentang pengertian Miitatan Jahiliyyatan bahwa yang dimaksud dengan kalimat tersebut aadalah sebagai berikut: Yang dimaksud dengan mati Jahilyyah dengan bacaan mim kasroh Miitatan bukan Maitatan adalah keadaan matinya seperti kematian di jaman Jahiliyyah dalam keadaan sesat tiada imam yang ditaati karena mereka tidak mengetahui hal itu. Dan bukan yang dimaksud itu ialah mati kafir tetapi mati dalam keadaan durhaka (Fathul Baary 7/13).

Imam al-Qodhy Iyadh berkata: Yang dimaksud dengan sabda Rasulullah SAW : Barang siapa yang keluar dari ketaatan imam dan meninggalkan jama ah maka ia mati miittan jahiliyyatan adalah dengan mengkasroh mim miitatan yaitu seperti orang yang mati di jaman Jahiliyyah karena mereka ada dalam kesesatan dan tidak melaksanakan ketaatan kepada seorang imam pun (Ikmaalul Mu allim bi Fawaaidi Muslim (syarah shohih Muslim) 6/258).

BEBERAPA KESALAHPAHAMANAN DAN PENYIMPANGAN TENTANG PENGERTIAN BAI AT

Bai at dengan artian sesungguhnya adalah hal yang dibolehkan oleh agama dan pernah dicontohkan oleh Nabi SAW, tetapi kadang pengertian baiat tersebut sering disalahtafsirkan dan disalahgunakan untuk tujuan tertentu.

Sehingga berdampak negatif dalam kehidupan keagamaan di kalangan umat Islam sehingga mudah saja untuk menuduh kafir kepada yang lain, yang tidak berbai ah kepada imam kelompoknya bahkan ada yang sampai menghalalkan darah seseorang yang keluar dari kelompoknya.

Adapun kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan dalam memahami makna bai at, antara lain sebagai berikut:

a. Kesalahan dalam mengartikan kalimat Mitatan Jahiliyyatan

b. Mencampur-adukan pengertian Bai at dan Syahadat.

Banyak orang yang mempraktekkan bai at itu dengan ucapan dua kalimah syahadah, seolah-olah bai at itu adalah pintu untuk masuk Islam. Padahal ada sejumlah perbedaan antara Bai at dengan Syahadat antara lain:

Syahadat merupakan salah satu rukun Islam, sedangkan bai at tidak termasuk rukun Islam

Orang yang mengingkari Syahadat adalah Kafir, sedang orang yang tidak berbai at terhadap seorang imam, maka dia tidak dianggap kafir apalagi jika bai at itu terhadap seorang imam lokal yang tidak berdasarkan musyawarah Umat Islam secara keseluruhan.

Syahadat adalah mengucapkan Asyhadu Allaa Ilaaha Illalloh Wasyhadu Anna Muhammadar Rasululloh. Sedangkan materi baiat bermacam-macam tergantung tuntutan kebutuhan dan situasi. Contohnya Bai at al-Aqobah al-ula berbeda isinya dengan Bai at al-Ridhwan.

c. Menentukan cara-cara tertentu dalam Bai at Bai at tidak termasuk salah satu syariat agama yang baku, oleh karenanya tidak terdapat aturan-aturan tertentu dalam pelaksanaannya. Baik waktu, tempat atau caranya. Bai at hanya dilakukan dengan berjabat tangan saja sebagai tanda kesiapan dan kesanggupan untuk melaksanakan apa yang telah ia ikrarkan. Adapun membai at perempuan tidak dilakukan dengan berjabat tangan, tetapi dengan kata-kata saja.

D. Bai at terhadap imam yang majhul sebagaimana telah diterangkan di muka bahwa bai at itu ialah janji setia seseorang terhadap imam. Ia siap untuk melaksanakan segala perintah imam selama tidak bertentangan dengan Qur an dan Sunnah, ia tidak akan menyalahi atau mendurhakai keputusan imam, seperti halnya imam shalat. Makmum tidak akan ruku jika imam belum ruku, demikian pula dalam sujud dan salm ia tidak akan mendahului imam.

Dengan demikian, maka mengenal kepribadian imam, akhlak dan keilmuannya mutlak diperlukan. Karena bagaimana mungkin seseorang berbai at terhadap imam yang belum dikenal kepribadiannya atau kepada imam yang tidak jelas prosedur pemilikannya. Yang demikan itu sama halnya membeli kucing dalam karung.

Sepanjang sejarah tidak pernah ada imam yang dirahasiakan, apalagi imam daulah. Lawan maupun kawan pasti mengenalnya. Imam itu harus dipilih, tidak bisa mengangkat dirinya sendiri, tentu saja sebelumnya sudah haerus diketahui kelebihannya. Baik kepribadiannya, keilmuannya maupun akhlaknya.

Kesimpulan :

Bila suatu kelompok dari umat Islam mempraktekkan model bai`at aneh seperti ini, apa pun nama yang mereka pakai, NII kah atau NUU kah atau apapun saja, maka jelas ini adalah cara pandang yang keliru dan keluar dari garis Islam yang shahih dan syamil.

Wallahu A`lam Bish-Showab,

Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

Sumber