Sabtu, Desember 11, 2004

Al Zaytun & Masyarakat Sekitar

Diskriminasi juga dirasakan, ketika warga dilarang berdagang di sekitar lokasi Al-Zaytun. Tetapi uniknya, kalau ada perlu sama warga, pihak Al-Zaytun dalam berbicaranya selalu mengatasnamakan kepentingan masyarakat. Seperti kejadian yang menimpa para tukang ojek, mereka dimintai shadaqah satu sak semen kemudian ditukar dengan satu topi yang ada lambang YPI-nya. Dari kejadian tersebut muncul kesan-kesan negatif dari warga. Di antara mereka ada yang nyeletuk, "Belum menjadi negara saja sudah pelit, apalagi kalau sudah menjadi negara."

Mantan Lurah Desa Mekar Jaya pun pernah berkomentar, "Yang semakin menambah kesal hati warga adalah ketika menyaksikan tidak ada upaya dari aparat pemerintah maupun komunitas Ma’had Al-Zaytun untuk membangun sumber daya warga desa di sekitar ma'had." Mantan Lurah tersebut mengumpamakan, minimal bagaimana misalnya pemerintahan desa mengupayakan agar bisa menitipkan anak yatim piatu atau fakir miskin yang memiliki kepandaian setiap satu desa satu anak untuk mendapatkan pendidikan di Al-Zaytun, sebagai "pelipur lara" warga. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya, aparat desa malah membela kepentingan ma'had. "Tidak ada kata gratis masuk ke Ma'had Al-Zaytun," demikian ungkapnya." [33]

Dengan nada geram, Sabar Sembiring menambahkan bahwa seluruh kejadian-kejadian tersebut menunjukkan bahwa kehadiran proyek pembangunan pesantren Al-Zaytun tidak membawa manfaat sama sekali bagi warga. Semenjak berdirinya hingga sekarang, pihak manajemen ma'had belum pernah menyetorkan pajak."

Seorang tokoh masyarakat mencoba terus menasehati warga agar tidak lagi menjual tanah mereka ke Ma'had, walaupun sampai sekarang ini pihak Al-Zaytun masih bersedia membeli tanah warga. Peristiwa pahit yang dialami beberapa warga akibat perlakuan dzalim pihak Al-Zaytun benar-benar dijadikan pelajaran, seperti kasus yang menimpa seorang warga yang menyewa tanah garapan milik Al-Zaytun, sesudah peristiwa pahit yang dialami Pak Sama, ketika ia berurusan dengan pihak Al-Zaytun. Sampai meninggalnya ia tidak mendapatkan ganti tanah yang dijanjikan pihak Al-Zaytun. Di samping itu warga sudah mulai berpikir realistis, "Kalau terus-menerus tanah dijual ke Al-Zaytun, lalu kami mau tinggal di mana dan akan bekerja apa?" Demikian ungkap mereka.

Seluruh temuan di lapangan tentang bagaimana sikap warga sekitar terhadap Al-Zaytun, pernah penulis coba “konfrontasikan” dengan berita yang ada di majalah Al-Zaytun [34]. Pada majalah tersebut diinformasikan tentang upaya pihak Ma'had Al-Zaytun meluruskan pandangan yang keliru dan rumor-rumor yang beredar di kalangan masyarakat. Antara lain pada majalah itu dimuat hasil tatap muka antara Ma'had Al-Zaytun dengan Fraksi TNI-Polri DPRD Indramayu. Dalam pertemuan itu pihak Al-Zaytun mencoba menjelaskan kerjasama antara Ma'had Al-Zaytun dan masyarakat Haurgeulis.
H. Imam Suprianto menuturkan: "Selama ini Perkhidmatan Kesehatan Ma'had Al-Zaytun telah pun mengadakan pelayanan konsultasi pengobatan gratis kepada masyarakat kurang mampu. Tidak kurang dari 200 orang per hari datang ke Perkhidmatan Kesehatan Ma'had Al-Zaytun termasuk di antaranya warga sekitar kecamatan Haurgeulis yang terdiri dari 16 desa. Selain itu, ma'had juga telah memberi kesempatan kepada masyarakat sekitar untuk menggarap lahan wakaf yang sementara ini belum dimanfaatkan secara optimal. Dan hasil pertaniannya dibeli oleh Ma'had Al-Zaytun. Bahkan, dapur Ma'had Al-Zaytun telah pun bekerjasama dengan beberapa pedagang sayuran yang mensuplai kebutuhan dapur karyawan." [35]

Dalam kesempatan tatap muka tersebut H. Imam Suprianto juga memaparkan bahwa kehadiran Al-Zaytun mendongkrak perekonomian warga sekitar. "Sejak beradanya ma'had, banyak karyawan dan tamu yang menggunakan jasa transportasi ojek motor yang menjadi mata pencaharian sebagian warga. Juga, 3.000 karyawan ma'had yang menyewa rumah-rumah penduduk tempatan sekitar ma'had: Haurgeulis, Desa Gantar dan Desa Suka Slamet. Tentu saja, hal itu menjadikan lahan pencaharian bagi warga di sekitar ma'had." [36]

Namun dalam kenyataannya paparan “angin surga” itu oleh warga desa Suka Slamet, desa terdekat dari lokasi Ma'had Al-Zaytun, dibantah mentah-mentah. Dengan serta-merta warga menjawab, “Itu tidak benar. Yang benar adalah yang kami rasakan hari ini, yaitu sebuah keprihatinan yang mendalam, kami tidak pernah diuntungkan dengan kehadiran Al-Zaytun. Berita yang ada di majalah adalah upaya klise pihak Al-Zaytun untuk melindungi dirinya supaya tetap eksis di mata orang luar.”

Ketika ditanyakan kepada warga tentang pernyataan Syaikh ma'had berkenaan dengan pembagian daging qurban kepada warga sekitar, sebagaimana yang dipublikasikan melalui majalah Al-Zaytun edisi perdana, warga pun langsung menjawab, “Suatu kebohongan bila Al-Zaytun dalam kesempatan Iedul Qurban menyatakan telah membagi-bagikan daging sembelihan Qurban kepada masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar ma'had yang mana yang dimaksud mendapatkan pembagian daging qurban dari Ma'had AI-Zaytun tersebut? Pernyataan itu jelas bohong! Kalau yang dimaksud sebagai masyarakat sekitar ma'had itu adalah para karyawan ma'had sendiri yang tinggalnya saja di desa sekitar ma'had, itu mungkin saja, tapi bukan kepada masyarakat sekitar ma'had di luar komunitas Ma'had Al-Zaytun,” tandas warga seraya menunjukkan kekesalannya.
Salah seorang anggota tim investigasi SIKAT [37] punya pengalaman menarik tentang Syaikh Al-Ma’had Al-Zaytun (ABU Toto alias AS Panji Gumilang), saat berkunjung ke Al-Zaytun. Syaikh Al-Ma'had ketika itu disertai oleh para staf yang semuanya berpakaian resmi ala pejabat. Ketika diwawancarai, ternyata Syaikh Al-Ma’had sangat bersemangat sekali menceritakan hal-hal yang berhubungan dengan kehebatan Al-Zaytun, juga tentang dirinya sendiri. Ketika diingatkan soal waktu shalat Ashar, bahkan setengah memohon ia minta kesempatan untuk menunaikan shalat Ashar kepada Abu Toto, Syaikh Al-Ma'had seakan tak peduli, beliau terus saja bercerita. Hingga akhirnya terpaksa anggota tim SIKAT ini mengulangi permintaannya untuk diberi kesempatan menunaikan shalat Ashar dengan setengah memaksa. Akhirnya kesempatan itu diberikan.

Menurut perkiraan, ia berharap bisa shalat Ashar berjama’ah dengan Abu Toto. Ternyata Abu Toto tidak turut pergi bersama-sama ke Masjid. Akhirnya anggota tim SIKAT baru menyadari tentang konsep “tarikush shalat” yang menjadi doktrin NII KW-9 Al-Zaytun. Mungkin isu santer bahwa Abu Toto NII KW-9 tidak shalat adalah benar, paling tidak termasuk melalaikan atau mengabaikan shalat sudah merupakan kebiasaan. [38]

Tak lama berselang, sejak setahun yang lalu terjadi perkembangan drastis. Semenjak beberapa tokoh figur tua (para sesepuh) NII seperti Adah Djaelani, Ules Suja'i, Ahmad Husen dan Idris Darmin ditempatkan (muqim) dan tampil secara formal di Ma'had Al-Zaytun, pelaksanaan shalat berangsur normal. Sekali pun, yang penulis saksikan saat itu, terhitung dari jumlah penghuni ma'had yang dinyatakan sendiri oleh bagian informasi adalah sebanyak 6.250 orang, namun yang melaksanakan shalat di masjid Al-Hayat ternyata tidak ada separuhnya. Kemanakah para santri dan para petugas Ma'had Al-Zaytun yang lainnya?

Ternyata di antara sebagian santri masih berada di asrama dan sebagian besar para pegawai dan pekerja bangunan tetap aktif dan asyik dengan pekerjaannya masing-masing. Memang dalam rumor yang berkembang menyatakan bahwa shalat jama'ahnya komunitas Ma'had Al-Zaytun adalah dilakukan secara bergilir. Wallahu a'lam.
Akan tetapi masalah pergaulan atau bercampurnya santri putra dan putri dalam proses belajar berada di satu ruang kelas, masih tetap berlangsung dan tidak mengalami perubahan, hingga sampai sekitar bulan Agustus tahun 2000 baru mulai ada penertiban untuk memisahkan ruangan belajar antara santri putra dengan putri. Namun tidak untuk para asatidz dan asatidzahnya. Bahkan penulis pun sempat menyaksikan ada tiga wanita dewasa (akhwat) keluar dari komplek bangunan gedung yang sedang dikerjakan, padahal kawasan itu bukan termasuk daerah yang dibenarkan untuk golongan akhwat berada di situ, termasuk larangan bagi para tamu akhwat.

Kini suasana yang terlihat ketika penulis berkunjung ke Al-Zaytun medio Januari 2001, kemegahan yang dahulu dielu-elukan, kesuburan tanaman serta keasrian lingkungan maupun kebersihannya yang mempesona banyak orang itu, ternyata sudah mulai memudar. Pohon-pohon kurma yang dibanggakan itu kini tampak tak terawat, daunnya mengering sebagian, demikian pula pohon jati emas yang umurnya 1,5 tahun justru tampak meranggas, daunnya menguning dan dimakan hama, padahal pohon-pohon jati emas yang ada di lingkungan luar Al-Zaytun justru subur menghijau dengan segarnya. Pohon lindung dan rerumputannya pun terlihat kurang terawat, kesan indah dan asrinya pun nyaris tinggal sisa. Dari area kebun dan tanaman jati luasnya lebih satu hektar, terlihat hanya satu orang pekerja yang tampak duduk kecapaian sambil menenteng jerigen air minum, tidak nampak pula petugas kebersihan yang siap sapu bersih kotoran atau sampah dedaunan yang jatuh sejak siang sampai sore, sebagaimana yang penulis saksikan hingga pukul 17.15 saat itu.

**

Investigasi dan tabayyun terhadap Al-Zaytun sudah banyak dilakukan banyak pihak. Bagi kalangan awam, aparat Al-Zaytun dengan mudah bisa mengatasi (meng-counter) informasi “miring” seputar A-Zaytun yang didapatnya. Salah seorang wali santri yang pernah bersedia memberikan Buku Raport (Daftar Nilai Hasil Evaluasi Belajar santri Ma'had Al-Zaytun) kepada Penulis, ketika melakukan tabayyun sehubungan dengan informasi “miring” yang diperolehnya dari media massa, antara lain mendapat jawaban sebagai berikut:

"Apa yang diungkapkan oleh mereka yang mengaku sebagai insan pers itu bohong belaka, bagaimana tidak bohong, mereka itu sebenarnya wartawan media Asing, Australia. Mana mungkin bisa mengerti tentang Al-Zaytun dan segala keterkaitannya?"
Bahkan mereka yang berlatar belakang aktivis NII (dari faksi lain), ketika melakukan tabayyun atau ingin protes ataupun mungkin lebih dari itu, bisa begitu mudah di atasi oleh aparat Al-Zaytun. Semuanya hampir dapat dikatakan menemui kegagalan. Justru mereka semua itu akhirnya malah simpati dan terdiam lantas manggut-manggut dan mungkin pula akhirnya menurut serta kembali yakin, bahwa Al-Zaytun dan Abu Toto alias AS (Abdus Salam) Panji Gumilang adalah baik-baik saja, sebagaimana halnya orang Mukmin lainnya.

Kenapa bisa demikian? Karena Abu Toto AS (Abdus Salam) Panji Gumilang mampu menciptakan bebagai alasan (penjelasan) yang masuk akal dalam menjawab pertanyaan dan protes kalangan NII, apalagi secara materi pada dasarnya mereka telah ikut berperan-serta [39] menyumbang tegaknya Al-Zaytun. Apalagi kini di Al-Zaytun bercokolfigur senior (orangtua) NII, seperti Adah Djaelani Tirtapradja, Ules Suja'i, Ahmad Husein Salikun, Idris Darmin dan lain-lain.

Adah Djaelani dan Ules Suja'i bertugas menghadapi jama'ah NII yang berasal dari kawasan Jawa Barat, Ahmad Husein Salikun alias Pak Nur untuk menghadapi jama'ah NII yang berasal dan Jawa Tengah, sedang Idris Darmin untuk menghadapi jama'ah NII yang berasal dari Jawa Timur, dengan jawaban diplomatis yang khas dan seragam:
"Semua isu yang beredar dan berkembang, itu sama sekali tidak benar, semuanya di sini berjalan sebagaimana yang berjalan dalam Islam seperti yang kita fahami. Al-Zaytun ini milik kita bersama yang kita usahakan sejak dahulu, untuk kejayaan kita, kejayaan Islam. Tidak usah ribut-ribut, mari kita musyawarahkan bersama-sama di sini, mana yang kurang baik perbaiki, yang sudah baik dukunglah dan kembangkan, di sini ada Pak Adah, ada Pak Ules dan yang lain, jangan khawatir. Toto sudah usaha dan bekerja keras membangun ini semua demi perjuangan kita, tolong mengertilah semuanya."
Demikian pula halnya tentang keberadaan beberapa orang guru yang dinyatakan oleh Al-Zaytun berasal dari Pondok Modern Gontor, sebagai bentuk bukti adanya kerjasama antara lembaga pendidikan Al-Zaytun dengan lembaga pendidikan Pondok Modern Gontor. Namun setelah hal tersebut diketahui oleh pimpinan PM Gontor, oknum-oknum guru yang mengaku berasal dari PM Gontor tersebut diperingatkan, agar jangan mengkaitkan nama PM Gontor dengan Al-Zaytun, karena secara kelembagaan PM Gontor belum pernah menandatangani MoU (Memorandum of Understanding) dengan Ma'had Al-Zaytun. Akhirnya sebagian oknum guru eks PM Gontor tersebut mengundurkan diri dan sebagian lainnya masih tetap menjadi pengajar di Al-Zaytun. Dan menurut penuturan para asatidz PM Gontor, Penulis melakukan konfirmasi tentang ada tidaknya kerja sama dengan Al-Zaytun tersebut, sewaktu para alumnus PM Gontor ada dan sempat menjadi pengajar di Ma'had Al-Zaytun tersebut nama-nama mereka diganti semuanya, dan sekarang nama-nama asatidz dari alumnus Gontor semuanya sudah dihapus dalam seluruh file dokumen santri dan pengajar Al-Zaytun.

Kemunculan gugatan maupun hujatan oleh berbagai pihak dan kalangan yang meledak di mana-mana terhadap keberadaan NII KW-9 Abu Toto yang sangat meresahkan banyak orang dari berbagai kalangan ini, membuat Ma'had Al-Zaytun melakukan perubahan penampilan dan mungkin saja berbagai jurus kamulflase alias taqiyah sekarang telah disusun dan dilancarkan secara apik.

Kini, Abu Toto AS (Abdus Salam) Panji Gumilang berusaha memperkuat lobby dan jaringannya di kalangan Eksekutif maupun Legislatif Pemda Dati II Indramayu, guna mendapatkan dukungan dan sekaligus perlindungan. Upaya-upaya serupa juga dilakukan terhadap tokoh-tokoh politik dan masyarakat serta Ormas maupun Majelis Ta’lim, mantan tokoh Orde Baru maupun ICMI serta artis. Dengan memanfaatkan ketidaktahuan mereka atas sepak terjang dan hakikat yang sebenarnya tentang Al-Zaytun, AS (Abdus Salam) Panji Gumilang dan keterkaitannya yang erat dan menyatu dengan Abu Toto, NII KW-9 maupun NII Adah Djaelani.

Ketidaktahuan plus kejahilan umat terhadap Islam, serta teramat lemahnya sikap dan daya kritis umat Islam kepada apa yang namanya penyimpangan, kesesatan maupun penyesatan dalam ber-Islam membuat mereka malah akhirnya menjadi target dan sasaran empuk program penipuan Abu Toto. Hanya dengan modal proposal serta tutur kata manis dan taburan Firman Allah (Al-Qur'an), Sunnah dan Sierah Nabi SAW, membuat banyak orang yakin dan percaya tanpa reserve, bahkan hanyut dalam ajakan Abu Toto AS (Abdus Salam) Panji Gumilang, berpartisipasi melakukan investasi akhirat melalui YPI dan Ma'had Al-Zaytun.

Umat kebanyakan memang sama sekali tidak tahu, modal awal YPI dan Ma'had Al-Zaytun adalah hasil dari penipuan dan pemerasan terhadap umat (khususnya jama'ah NII KW-9 dan KW yang lain yang jumlahnya ratusan ribu orang), dan juga hasil menyelewengkan dana zakat, infaq, qurban dan shadaqah.

Menurut penuturan salah satu mantan Mas’ul Jakarta Timur, Abu Hammas, setiap bulannya ia mampu mengumpulkan atau memungut dana dari umat sebanyak Rp 700.000.000 (tujuh ratus juta rupiah). Dan itu berjalan mulus hingga sekitar hampir 4 tahunan. Abu Hammas menghentikan pemerasannya atas umat, tatkala Allah menyadarkannya melalui pandangan mata kepalanya sendiri atas kesulitan, kesusahan dan penderitaan para jama'ah yang sebenarnya sudah berada di bawah garis kemiskinan, yang dengan susah payah, tetap setia menyerahkan setoran infaq ataupun shadaqah. Sementara dirinya sendiri dan Abu Toto malah bersenang-senang di atas penderitaan umat tersebut.
Menurut penuturan Abu Hammas, ini jelas sama sekali tidak sesuai dengan Sunnah Rasulullah SAW. Akhirnya Abu Hammas memutuskan keluar dari NII KW-9 dan taubat. Kini setelah 5 tahun bertaubat Abu Hammas masih belum bisa melepaskan trauma serta penyesalannya atas kesesatan dan penyesatan yang dilakukannya dalam NII KW-9 yang kenyataannya telah banyak menipu serta menyengsarakan umat. Bersama dengan ikhwan yang pernah punya posisi elite dan para mantan korban NII KW-9 lainnya, kini Abu Hammas dkk bergabung ke dalam SIKAT, untuk men-SIKAT habis gerakan sesat Abu Toto NII KW-9 Al-Zaytun hingga ke akar-akarnya! Menurut Abu Hammas, bila memang diidzinkan, ia siap untuk memisahkan kepala Toto dari badannya. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!

Andaikata para pengusaha dan pejabat serta pihak manapun yang telah terjerat menjadi simpatisan ataupun partisipan Ma'had Al-Zaytun, tahu dan kemudian mau tahu terhadap apa serta siapa sesungguhnya AS Panji Gumilang --dan sejauh mana sepak terjangnya selama ini yang telah memporak-porandakan umat, menjungkir-balikkan kaidah-kaidah yang telah baku dan berlaku dalam Islam, melalui sebuah aliran pemahaman NII KW-9 yang kini NII struktural, dan menjadi faksi terbesar dalam NII-- niscaya semuanya akan terperanjat, kemudian segera mengambil sikap dan tindakan.

[33] Wawancara penulis dengan mantan Kepala Desa Mekar Jaya, Haurgeulis, Indramayu, 14 Januari 2001.
[34] Lihat Majalah Bulanan Al-Zaytun edisi V-Mei 2000, hal. 92-93.
[35] Ibid., edisi 10-2000, hal. 12
[36] Ibid.
[37] Kejadian itu berlangsung ketika ybs belum menjadi anggota tim investigasi SIKAT.
[38] Kesaksian Hidayat semasih menjadi awak MBM GAMMA, yang kini menjadi anggota tim investigasi SIKAT. Pada waktu itu ia ditemani Fitrie (Reporter MBM GAMMA), juga awak majalah SABILI, terdiri dari Eman (Reporter), Imam (Fotografer), mengunjungi Al-Zaytun awal Desember 1999.
[39] Investasi saham dalam bentuk tanah, karena banyak di antara berbagai jajaran NII yang secara tidak sadar terjebak program shadaqah aradhi (beli sawah) yang itu semua sebenarnya merupakan program dan gagasan KW-9 Abu Toto yang disetujui oleh Adah Djaelani, Ules Suja’i, dan Tahmid.