Jumat, Desember 10, 2004

Keganjilan Ma'had Al Zaytun

Andai umat Islam peduli terhadap agamanya dan kritis serta tidak menutup mata terhadap keganjilan, penyelewengan dan kesesatan maupun penyesatan suatu pemahaman atau praktek keagamaan yang dijalankan Abu Toto dengan NII KW-9 dan AS Panji Gumilang dengan Ma'had Al-Zaytunnya, pada hakekatnya kedua nama tersebut ada pada jati diri Abdus Salam bin Imam Rasyidi, yang kini memegang komando kepemimpinan tertinggi NII struktural jalur Adah Djaelani Tirtapradja. Niscaya mereka semua itu pasti akan terperanjat, dan kemudian (insya Allah) pasti segera mengambil sikap dan tindakan.

Apalagi jika umat mengetahui betapa besar kerugian, penderitaan, musibah yang ditimpakan kepada para pengikutnya dahulu, dan mau mendengarkan cerita maupun keluh-kesah mereka serta mau melihat dari dekat keberadaan mereka yang hancur dan berantakan secara materi (financial), futur dalam ibadah (syari'ah) maupun moral (akhlaqulkarimah). Walaupun dalam kenyataannya, masih ada juga diantara para korban itu yang lantas bangkit dan sadar kemudian menentang Abu Toto serta tetap istaqamah dalam Islam hingga kini.

Perkembangan pembangunan fisik Ma'had Al-Zaytun memang seakan terus berjalan tanpa henti, karena mendapat dukungan materi dan teknologi dari para simpatisannya. Tercatat, akibat ikut sertanya Habibie [40] selaku Presiden RI meresmikan berdirinya Ma'had Al-Zaytun ini, hingga saat ini jajaran Menpora (birokrat) telah melibatkan diri secara aktif --bahkan terlalu jauh-- atas pembangunan gedung sarana olahraga Ma'had Al-Zaytun, dengan menerjunkan tim Tehnik, Insinyur-insinyur lulusan Eropa/Amerika dan juga material serta dana.

Harmoko juga termasuk pendukung yang sering berkunjung ke Ma'had Al-Zaytun, bahkan melalui rubrik Kopi Pagi di Harian Pos Kota miliknya, ikut serta berpaitisipasi aktif mempromosikan Al-Zaytun sebagai kebanggaan umat Islam Indonesia. Bahkan dalam berbagai kesempatan, Harian Pos Kota memberitakan tentang keberadaan Ma'had Al-Zaytun dengan segala puji-pujian atas kemegahan Al-Zaytun dan kemodernan fasilitasnya, bagai promosi ataupun iklan gratis tersamar.

Awal Januari dan awal April 2001 lalu rombongan ICMI Pusat berkunjung ke Ma'had AI-Zaytun, langsung dipimpin oleh Adi Sasono selaku Ketua Umum ICMI. Dalam kunjungan tersebut dihasilkan kesepakatan kerjasama antara ICMI dengan YPI Ma'had Al-Zaytun sebagaimana laporan khusus Harian Umum Republika.

Ketika dikonfirmasikan bahwa Ma'had AI-Zaytun adalah sarang dari aliran sesat NII KW-9, Jimly Asshiddiqqie [41] salah satu Ketua ICMI mengatakan, “… kedatangan ICMI ke Al-Zaytun dalam rangka belajar terhadap keberhasilan dan kelebihan Al-Zaytun." Lalu dengan nada tinggi dan emosional, seraya membela Al-Zaytun, Jimly Asshiddiqqie berkata, "Kita harus belajar dan memanfaatkan kelebihan ataupun potensi Al-Zaytun. Jumlah tanahnya saja 1.400 Ha, kemampuannya dalam menghimpun dana sejak jauh sebelum mendirikan Al-Zaytun sungguh luar biasa."

Ketika ditanya dari mana dana tersebut diperoleh, ia menjawab, "Yah itu yang kami tidak menemukan jawabannya, karena sepertinya ditutup, tapi kan itu urusan dia (Al-Zaytun)." Lalu atas dasar dan ukuran apa Jimly Asshiddiqqie berkesimpulan bahwa Al-Zaytun memiliki potensi besar dalam menghimpun dana. Bahkan, saat ditanya tentang pemberitaan pers selama ini tentang adanya keterkaitan Ma'had Al-Zaytun dengan isu NII, Jimly Asshiddiqqie menjawab seenaknya, "Memang ada isu dananya dari Libya ada dari mana-mana, tetapi seandainya itu benar, khan nggak apa-apa. Janganlah kita menyebarkan sikap cemburu, justru seharusnya kita menjalin kerjasama, daripada kita umat Islam selalu diadu domba, lebih baik kita saling memberi dan saling mendukung."
Puncaknya ketika dimintai pendapatnya sebagai seorang pakar hukum (tata negara) dan selaku salah satu ketua ICMI oleh kami tentang bagaimana bila terbukti Ma'had Al-Zaytun menjadi sarang dari NII KW-9 Abu Toto sebagaimana diberitakan selama ini, Jimly Asshiddiqqie berubah emosi dan marah, lantas menyatakan kegusaran dan pembelaannya:

"Siapa yang membuktikan! Pengadilan dong yang membuktihan, jangan saling memfitnah itu, saya tidak suka itu, itu yang menghancurkan umat, dan orang yang seperti itu harus diperangi, menghancurkan umat Islam itu. Sudahlah itu kan kecurigaan, umat Islam tidak akan maju-maju kalau terus memelihara fitnah, sebaiknya saling kerjasama. Saya memang pernah dengar Syekh Panji Gumilang mantan orang NII, tapi khan itu dulu. Tapi khan tidak ada salahnya kita kerjasamanya dengan mantan NII. Kenapa sich dipersoalkan, banyak kok orang mantan Masyumi, PSI bahkan PKI tapi tidak ada yang persoalkan."

Sikap dan pernyataan Jimly selaku salah satu ketua ICMI seperti itu tentunya sangat memprihatinkan. Sedangkan media massa dan ormas Islam sudah sejak lama mencurigai keberadaan Al-Zaytun yang merupakan nama baru gerakan NII. Jadi, Panji Gumilang sama sekali bukanlah mantan NII, tetapi penerus dan pencetus Neo NII. Untuk itu Jimly seharusnya tahu tentang hal ini (kecuali Jimly pura-pura tidak tahu). NII bukanlah isu, tetapi sudah merupakan fakta (momok) bagi masyarakat Indonesia. Masalah yang terpenting adalah NII yang ditampilkan melalui Ma’had Al-Zaytun ini mengandung sejumlah cacat aqidah dan telah melakukan explorasi terhadap jama'ahnya dalam rangka mengumpulkan dana untuk membangun Ma'had AI-Zaytun serta menutupi biaya operasional ma'had tersebut. Semua dana Ma'had Al-Zaytun yang diperoleh dari tetesan keringat umat Islam itu, sebenarnya merupakan upaya perampasan harta ummat Islam dengan dalih kepentingan Daulah Islam.

Donatur lain adalah Fuad Bawazier, yang disebut-sebut sebagai donatur aktif Abu Toto sejak ketika ia masih menjadi Dirjen Pajak dan tetap aktif hingga saat ini, bahkan menurut pengakuan pihak Al-Zaytun, Fuad Bawazier telah menyumbangkan dana sebesar satu miliar rupiah, termasuk di antaranya sikap dan dukungannya tersebut diwujudkan dengan dakwah membagi-bagikan Majalah Bulanan Al-Zaytun secara gratis kepada teman dan koleganya serta selalu memberikan pembelaan terhadap keberadaan Al-Zaytun maupun sosok Abu Toto.

Namun ketika hal ini dikonfirmasikan langsung kepada yang bersangkutan, Fuad Bawazier menjawab, "Memang saya pernah sekali ke sana, itupun bersama dengan kawan-kawan, saat peresmian Al-Zaytun bersama Pak Habibie. Soal sumbangan, nggak benar kalau jumlahnya sampai ratusan bahkan milyaran rupiah, saya nyumbang wajar-wajar saja. Dan saat itu saya nggak tahu kalau di balik Al-Zaytun itu ada masalah, baru belakangan ini saya tahu kalau Al-Zaytun terkait dengan aliran sesat NII KW-9.”
Donatur kuat lainnya adalah pengusaha Arab (Developer) bermarga Abdaat, Ghazie, Fauzie dan Jamal bersaudara, pemilik Hotel Nusantara Tanah Abang, tercatat tidak saja bertindak sebagai kontraktor pelaksana seluruh (sebagian besar) proyek pembangunan gedung di kawasan Ma'had Al-Zaytun sejak dari awal hingga sekarang.
Ghazie Abdaat memang alumnus Gontor, namun Jamal Abdaat yang tadinya sempat ragu terhadap ajaran Abu Toto dan kemudian ditugaskan oleh Pak Andreas (Isma'il Subardja) untuk memonitor segala perkembangan Al-Zaytun bersama Usamah, Menantu Pak Adreas akhirnya malah larut dalam kesesatan serta malah menikmatinya, Usamah kini mampu menjauhi kesesatan Abu Toto dan bau busuk Al-Zaytun dan bermukim dengan istrinya di Jogjakarta.

Bahkan sekarang, pengusaha Arab inilah yang akan membangun hotel di lingkungan Al-Zaytun, dan telah pula ikut serta mewakafkan tanahnya sebanyak 100 Ha kepada YPI untuk Al-Zaytun. Keluarga pengusaha arab ini pula yang akhirnya berhasil merayu salah seorang Imam Masjidil Haram untuk menyempatkan hadir ke Al-Zaytun di Indramayu dan menyerahkan sumbangan uang sebesar US$ 100 ribu. Belum lagi kalangan jama'ah, [42] terhitung sudah sangat banyak yang tertipu dan bergabung dengan NII Al-Zaytun. Dalam menjelaskan pendirian KW-9 tentang periodesasi Makkah-Madinah, belum wajibnya shalat, harakat ramadlan, harakat qurban dan lain sebagainya serta tentang kerasulan setiap orang yang menjalankan misi dakwah dan lain sebagainya dinyatakan secara terang-terangan saat ditanya oleh salah seorang famili dekatnya. [43]

Kini eksistensi dan nama Al-Zaytun bagaikan merek dagang bagi pendidikan pesantren, sehingga karena ketidaktahuan umat, khususnya tentang latar belakang, apa dan siapa AS (Abdus Salam) Panji Gumilang Asy-Syaikh al-Ma'had Al-Zaytun, yang sebenarnya juga tokoh kontroversi di panggung sejarah NII struktural dan struktur KW-9 khususnya, tempat Abu Toto alias Toto Salam atau Abu Ma'ariq alias Syamsul Alam membuat sejarah dirinya menjadi AS Panji Gumilang. Sehingga di berbagai kota, seperti di Gresik, Jawa Timur, Ma'had Al-Zaytun didirikan dan merupakan cabang dari Ma'had Al-Zaytun Haurgeulis Indramayu.

Kini diberbagai kota, YPI (Yayasan Pesantren Indonesia) didirikan, bertindak sebagai perwakilan untuk penerimaan siswa atau santri yang akan dikirimkan ke Ma'had Al-Zaytun, Indramayu. Kalau saja mereka tahu "belang maupun borok serta penyakit dan virus”yang melekati Syaikh al-Ma’had Al-Zaytun, bisa dipastikan orang-orang tersebut segera meminta “imunisasi” kepada yang berwajib dan berlepas diri dari kaitan maupun keterkaitannya dengan Al-Zaytun. Kalau mereka tidak berlepas diri, dapat dipastikan mereka telah menjadi anggota aktif NII struktur Abu Toto alias Abdus Salam bin Imam Rasyidi (nama asli) Syaikh al-Ma'had Al-Zaytun AS Panji Gumilang.

Perkembangan struktur NII KW-9 sendiri setelah mendapatkan legitimasi "bathil" dari Adah Djaelani Tirtapradja, yang akhirnya menjadi kelompok terbesar di antara berbagai faksi (struktur) NII yang ada. Sebagai pengganti posisi Abu Toto di KW-9, setelah namanya berganti menjadi Panji Gumilang, saat ini NII KW-9 jalur Abu Toto dijabat oleh Agus alias Luqman, sedang jalur Tahmid dan Dodo KW-9 dipegang oleh Aos Firdaus. Sedangkan untuk jalur Ajengan Masduki dan Gaos Taufiq KW-9 dipegang oleh Mi'an Abdusy Syukur. Nama-nama tersebut sewaktu-waktu tentu saja bisa berganti, apalagi jika telah dibuka seperti ini (melalui buku ini).

Adapun secara gerakan, NII KW-9 pimpinan Abu Toto Abdus Salam Rasyidi alias AS Panji Gumilang, masih tetap terus menjalankan aksi penyesatan serta pemerasan terhadap umat Islam khususnya yang telah terjebak ke dalam struktur NII KW-9 yang berlanjut sampai sekarang, sebagaimana berdasarkan data bukti dan pengakuan salah satu korban yang baru saja menyatakan keluar dari NII KW-9 sejak 5 bulan lalu.

Ia adalah seorang wanita bernama Nur Diniyati (bukan nama sebenarnya), berumur 22 tahun, bekerja sebagai pramuniaga di Cijantung Plaza, Jakarta. Ia bergabung dan di-bai'at oleh Wilayah 9, Daerah (Hud) 6, Shaleh 3, Ibrahim 2, Musa 5, disingkat dengan kode (96325), sejak Oktober 1999. Setelah masuk ia diwajibkan membayar infaq Musyahadah sebesar Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah), lunas. [44]

Setelah itu diwajibkan membayar infaq pembangunan masjid Rahmatan lil'Alamin kompleks Madinah Al-Zaytun, Indramayu, sebesar Rp 1.000.000 (sudah dibayar Rp 500.000), membayar iddikhor (tabungan) setiap bulan Rp 10.000, membayar qiradl, baru sebanyak satu gram emas, membayar infaq bulanan (Nafaqah Daulah) sebesar Rp 50.000, membayar harakat Ramadlan, harakat Qurban dan yang lain secara cicilan (istimrar) termasuk di dalamnya infaq pembangunan, iddikhor, qiradl yang setiap bulan dikenakan sebanyak Rp180.000. [45]

Sesekali Dini mendapat pembinaan langsung oleh mas'ul dari Al-Zaytun. Ketika diketahui bahwa belum menikah, ada permintaan kepadanya bahwa bila ingin menikah jangan keluar, karena setiap wanita yang sudah masuk akan dijodohkan dengan mas'ul Al-Zaytun. Apabila thaat dan patuh serta setia kepada Madinah, akan diampuni Allah dari semua dosa. Narnun apabila keluar dan melepaskan bai'at, maka kelak jika Negara Islam Indonesia berhasil ditegakkan, Negara akan menolak dan tidak bersedia menerima sebagai warga negara. Karena kenyataannya tidak dan belum pernah diberi pembinaan dan justru hanya diwajibkan ini dan itu, akhirnya Dini memilih untuk tidak aktif. Apalagi setelah ia mengikuti pengajian, masalah shalat tidak pernah dibahas sama sekali.

[40] BJ Habibie seusai meresmikan Al-Zaytun (27 Agustus 1999) dan setelah bertanya tentang asal-usul dana pendirian Al-Zaytun kepada AS Panji Gumilang, setengah berbisik ia mengatakan kepada salah seorang pembantunya bahwa dirinya menyangsikan penjelasan asal-usul dana yang disampaikan AS Panji Gumilang. Habibie sangsi, karena ia adalah ahli hitung. Ketika itu AS Panji Gumilang menjelaskan bahwa sumber dana pendirian Al-Zaytun antara lain dari infaq, shadaqah, sumbangan, hasil ternak dan pertanian. Menurut Habibie penjelasan itu tidak masuk akal. Bisa disimpulkan, bahwa keterlibatan Habibie meresmikan Al-Zaytun adalah akibat pengaruh orang-orang di sekitarnya.

[41] Jimly Asshiddhiqqie sendiri mengaku baru sekali mengunjungi Al-Zaytun, padahal sebenarnya menurut konfirmasi Penulis kepada Andy Jamaro tokoh PBNU saat ditemui dalam acara Shilaturrahmi Partai-partai Islam di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah menyatakan: “Saya sudah tiga kali mondar-mandir ke Al-Zaytun bersama Jimly dalam rangka penjajagan kerja sama proyek percontohan nasional dengan Al-Zaytun untuk mendirikan pesantren terpadu di kawasan Baturaja, Sumatera Selatan.”
[42] Istilah jama’ah digunakan kalangan keturunan Arab untuk menyebut “identitas etnis” mereka.
[43] Wawancara dengan Abu Isma’il, warga Kebon Kacang, Tanah Abang, medio Januari 2001 di Tebet, Jakarta Selatan.
[44] Wawancara dengan Nur Diniyati (nama samaran) asal Solo, 16 Desember 2000.
[45] Laporan pengaduan dari Bapak Suharto, orangtua korban jeratan NII Al-Zaytun kepada Penulis, Desember 2000.