Terbitnya buku yang menyingkap tabir misteri Abu Toto alias Abdus Salam Panji Gumilang dengan Mega proyek gerakan NII Ma’had Al-Zaytun sebagai Madinah II Indonesia, akhirnya mendatangkan informasi dan kesaksian baru. Banyak kalangan yang terkejut dan tidak menyangka termasuk dari komunitas Ma’had Al-Zaytun sendiri, diantaranya adalah tim sebelas dari IPB (Institut Pertanian Bogor) yang sudah melakukan kerjasama dengan Ma’had Al-Zaytun selama 2 tahun disektor pendidikan akademik (program Diploma P3T) pertanian terpadu dan pengeloloaan serta pemberdayaan agro bisnis di ma’had tersebut.
Mereka pun akhirnya menyatakan: mungkin kami terlalu serius dengan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi penuh dan hanyut dengan obsesi syaykh Ma’had yang sangat optimistis jauh ke depan. Kami pun akhirnya tidak sempat memperhatikan hal lain yang bukan prioritas bidang garapan dan mungkin juga karena prasangka baik yang tidak proporsional terhadap pihak Al Zaytun.
Selain tim sebelas IPB, banyak pula orangtua yang mengadukan keluh kesahnya kepada kami, tentang perilaku putranya yang sudah lama terjerat NII Abu Toto sejak masa kuliah di Trisakti tahun 1995 hingga sekarang, seperti yang dituturkan Bapak Nizar berikut ini:
Emir anak saya sudah terlibat dalam gerakan NII sejak tahun 1995, setelah kuliahnya selesai di Trisakti dan memperoleh gelar kesarjanaannya di Fakultas Electro dan bekerja di salah satu BUMN, tiba-tiba saja berhenti kerja, ketika Ma’had Al-Zaytun berdiri dan kemudian diresmikan oleh presiden Habibie tahun 1999. Emir anak saya langsung pindah kerja di sana disertai istrinya yang dokter gigi, sedang anaknya dititipkan kepada kami di rumah, kini anaknya sudah dua dan keduanya kami kakeknya yang memelihara. Sementara Emir dan istrinya baru pulang menengok anaknya setiap enam bulan selama 3 minggu di rumah.
Yang saya prihatinkan adalah sejak ia terlibat dengan kelompok pengajian yang akhirnya saya tahu markaznya di Ma’had Al-Zaytun ini adalah, sikapnya yang tidak tertib dalam mengerjakan shalat fardlu, kecuali bila setelah saya marah dan mengancam, baru anak saya tersebut mau melaksanakan shalat. Tapi sejak dahulu hingga sekarang dalihnya adalah sekarang ini masih masa periode Makkah sehingga belum wajib shalat, dan dalam setiap perdebatan sekalipun anak saya kalah dalam dalil atau argumentasi, namun tetap saja ia bersiteguh dengan sikap dan pemahamannya yang salah itu.
Saya sedih dan prihatin dengan cobaan yang menimpa keluarga saya seperti ini. Dalam masalah materi pun Emir dan istrinya tidak pernah membawa pulang ataupun mengirim hasil jerih payahnya selama bekerja di Ma’had Al-Zaytun tersebut. Mereka tidak pernah berpikir tentang keperluan bagi kedua anaknya, sekalipun dalam masalah itu kami alhamdulillah tidak kekurangan. Akan tetapi yang saya pertanyakan, kenapa mereka yang bekerja sedemikian lama itu jika waktu cuti pulang selama 3 minggu itu selalu saja tetap minta uang kepada kami orang tuanya. Ketika saya tanyakan, selama kalian berdua bekerja di ma’had ini gaji kalian dimana, mereka pun hanya menjawab, untuk kebutuhan perjuangan yang sangat membutuhkan tenaga serta dana yang sangat banyak.
Anak dan menantu saya sikapnya memang masih cukup sopan dengan kami orang tuanya, namun saya kan tetap khawatir bagaimana jadinya anak saya nanti kalau tetap seperti itu? Memang waktu buku ini (Pesantren Al-Zaytun Sesat ? Investigasi Mega Proyek dalam Gerakan NII) belum diluncurkan, anak saya minta kepada saya via telepon agar dicarikan buku tersebut. Padahal saya sendiri baru tahu tentang telah terbit buku ini setelah ada acara peluncuran dan bedah buku di TIM itu. Makanya saya datang ke kantor sdr. Umar Abduh disamping minta penjelasan dari penulis langsung saya juga berharap dan bertanya langkah apa kiranya yang bisa segera menghentikan hubungan anak saya tersebut dengan pihak Al Zaytun ini?
Sekarang anak saya Emir ini katanya memegang pekerjaan bidang pembibitan ikan Patin, padahal dia kan sarjana elektro, sedang mantu saya tetap sebagai dokter gigi di poliklinik kesehatan ma’had tersebut. Kalau saja langkah maupun tujuan mereka menegakkan syari’at Allah dalam wujud Negara Islam itu betul, saya sama sekali tidak akan menghalangi dan kalau mungkin saya pasti akan mendukung dan membantunya, tapi mana bisa kita percaya kalau ternyata dalam prakteknya mereka tidak melaksanakan shalat fardlu, dan malah terbukti banyak melanggar syari’at serta aqidahnya menyimpang dan sesat.
Itulah sekelumit keluh kesah orang tua para anggota atau jama’ah gerakan NII Al Zaytun dan masih banyak lagi pengaduan yang lain.