Jumat, Januari 28, 2005

Proyek NII AL Zaytun Cabang Riau

PEKANBARU (RP) - Berdasarkan kunjungan kerja perorangan anggota DPR RI Hj Azlaini Agus SH MH, Rabu (29/12) ke Proyek Pembagunan Pesantren Al-Zaytun di Rupat, Kabupaten Bengkalis, terdapat beberapa kejanggalan dan diindikasikan melanggar ketentuan hukum serta merugikan daerah. Untuk itu Azlaini menyarankan agar proyek itu dihentikan sementara.‘'Sebaiknya, proyek tersebut dihentikan dulu,'' kata Azlaini kepada Riau Pos, Jumat (31/12) di Pekanbaru.

Beberapa kejanggalan itu diantaranya, pertama, dalam proyek Al Zaytun di Rupat tidak ada pembentukan yayasan baru dari kerja sama antara Yayasan Pesantren Indonesia (yayasan yang membawahi Ma'had Alzaytun Indramayu) dan Pemerintah Kabupaten Bengkalis.

‘'Seharusnya dibentuk yayasan baru, bukan Yayasan Pesantren Indonesia yang langsung melaksanakan proyek tersebut,'' katanya.

Kedua, dalam melaksanakan pembangunan tidak ada proses tender, padahal dana yang dikucurkan untuk pembangunan itu mencapai Rp140,8 miliar. Ketiga, dalam pelaksanaan pembangunan langsung dilakukan oleh PT Sarana Mangunkarsa (SMK) yang notabene berada di bawah Yayasan Pesantren Indonesia. ‘'Anehnya lagi, pemimpin yayasan dan pemilik perusahaan atas nama orang yang sama,'' tambah Azlaini.

Keempat, dalam perekrutan tenaga kerja PT SMK langsung membawa tenaga kerja dari Indramayu. ‘'Masak untuk pekerja kasar saja harus didatangkan dari sana, apa tidak ada orang-orang daerah yang bisa,'' katanya mempertanyakan. Padahal, ketentuan Depnaker mensyaratkan prioritas tenaga kerja daerah.

Kelima, belum jelas kepemilikian asset. Padahal lahan yang diperuntukkan bagi pembangunan itu lima ribu hektare plus 506 hektare hibah dari Yayasan Babussalam. Di dalam lahan lima ribu hektare itu pun diindikasi ada lahan milik masyarakat.

Menurut Azlaini, dalam pelepasan asset harus ada Peraturan Daerah yang mengatur, dan pelepasan hak itu harus untuk yayasan di daerah bukan yayasan di luar daerah.

Keenam dalam melaksanakan pembangunan, PT SMK telah menebang kayu-kayu di lahan tersebut. Padahal, kata Azlaini, untuk memanfaatkan hasil hutan harus memiliki IPK. ‘'Kontraktor tidak boleh melakukan penebangan,'' tegas dosen Universitas Islam Riau itu.

Terkait dengan kejanggalan-kejanggalan yang terdapat dalam proyek tersebut, Azlaini meminta DPRD Bengkalis untuk memanggil Pemerintah Kabupaten dan dihadiri oleh pihak Yayasan Pesantren Indonesia.

‘'Harus jelas dulu persoalannya, baru proyek itu bisa dilanjutkan,'' katanya. Dalam kunjungan kerja itu Azlaini didampingi Wakil Ketua DPRD Bengkalis Bagus Santoso, serta anggota DPRD lainnya seperti Sarwan Antoni, Jasman Darwis, Jufri dan anggota rombongan lain.

Dalam kunjungan kerja itu, rombongan disambut oleh manajer lapangan PT SMK yang menanggani proyek tersebut M Ridho.

Ia menjelaskan proyek pembangunan awal berasal dari dinas pekerjaan umum dan dinas pertanian Bengkalis. Dana yang disediakan pada tahun 2004 ini Rp26,9 miliar dari Dinas Pekerjaan Umum Bengkalis. Dua puluh persen dari anggaran itu telah dikucurkan.

Sementara dana dari Dinas Pertanian Rp5,69 miliar dan juga telah dikucurkan 20 persen. Usai kunjungan ke proyek, Azlaini dan rombongan melakukan pertemuan dengan camat dan tokoh masyarakat Rupat.

Salah seorang warga Tanjungpura Pergam Iskandar menyatakan terdapat lahan masyarakat yang terkena proyek Al-Zaytun tersebut. ‘'Nasib lahan kami itu tak jelas sekarang,'' katanya.

Menanggapi keluhan warga ini, Azlaini meminta warga mendata jumlah dan lahan yang mereka yang terkena proyek itu. ‘'Setelah itu sampaikan kepada DPRD Bengkalis. Saya sarankan DPRD untuk memanggil bupati dan pihak Al-Zaytun,'' katanya.

Sementara itu salah seorang pengurus Yayasan Babussalam H Itai Hamid, mengharapkan pelaksana proyek atau pihak terkait untuk memikirkan juga eksistensi Yayasan Babussalam ke depan. Mahdi Zein, warga Batupanjang, mempertanyakan mengapa proyek itu dinamakan Ma'had Al-Zaytun, dan mengapa tidak dinamakan Pesantren Rupat.(ira)