Rabu, Mei 18, 2005

Murni "Juang" NII - Al Zaytun ?

-----Original Message-----
From: Sirnagalih@yahoogroups.com
[mailto:Sirnagalih@yahoogroups.com]
On Behalf Of Mardiana Saraswati
Sent: Friday, May 13, 2005 12:30 PM
To: sirn4gaLih
Subject: [Sirnagalih] Sharing lagi rame2 ya....:)))

Salam Sirnagalih,

Sejak saya posting email tentang pengalaman saya di
NII dan Sirnagalih, saya
menerima beberapa respon lewat japri (jalur pribadi)
baik melalui email atau
chatting. Isinya bisa disimpulkan hampir sama, yaitu
mempertanyakan ttg
keberanian saya 'membuka identitas' saya, padahal
hal tsb paling dilarang di
NII, bahkan ada ayatnya (dikutip dari Al-Qur'an) dan
peringatan akan azab
dan laknat Allah jika kita mengaku bahwa kita warga
NII.

Melalui milis ini, saya copy jawaban2 email saya
kepada mereka untuk berbagi
pengalaman lagi, sekaligus menanggapi email dari
Guru Haris. Memang melawan
ketakutan memerlukan perjuangan juga perang batin
dan perang otak yang
hebat....saya aja sampai hampir gila....hehehe...

Inilah yang namanya 'kebangkitan' atau 'qiamat'.
Artinya kesadaran manusia
itu yang bangkit untuk mencari Tuhannya. Saya
memahami hal ini setelah
menerima penjelasan dari Guru Haris. Awalnya saya
sendiri tidak mengetahui
atau menyadari.

Keadaan saya sekarang baik2 saja saat ini, bahkan
lebih bahagia dan lebih
pasrah pada Tuhan. Kalau kena azab atau laknat Allah
seperti yang selama ini
diungkakan oleh pimpinan NII, saya serahkan semuanya
kepada Allah lagi. Saya
hanya menguatkan diri menghadapi ini dengan bekal
Sirnagalih.

Saya tidak memungkiri bahwa orang2 NII itu memang
hebat, buktinya mereka
bisa melakukan apa yang mereka lakukan sekarang ini.
Tapi saya (secara
pribadi, tanpa pengaruh siapapun) melihat itu semua
hanya semacam propaganda
belaka yang dimuati kepentingan politik orang2 atau
kelompok tertentu.
Mereka "mengemas" semuanya sedemikian rapi hingga
kita melihatnya sebagai
sesuatu yang amat berharga (atau "sogo jongkok" kata
Guru), sehingga kita
pernah berpikir bahwa dengan memberikan kontribusi
kepada mereka kita
berarti sudah melakukan hal yang paling benar untuk
suatu tujuan yang benar
(jihad katanya).

Tapi benarkah untuk tujuan yang benar jika kita
melihatnya masih dengan
'kacamata' yang sama? Saya kemudian menyadari bahwa
semua itu hanya
membuang2 waktu, uang, tenaga dan energi.

Perlu saya tekankan sekali lagi, bahwa tidak ada
pihak2 yang memaksa saya
untuk meninggalkan NII 100%. Tidak Guru Haris, tidak
pengajar, tidak siapa2.
Dorongan keinginan itu awalnya adalah murni
"pembrontakan" jiwa saya karena
desakan dari hati nurani saya sendiri karena apa
yang saya lihat dan saya
dengar serta saya alami sendiri.

Saya juga pernah mengira NII adalah jalan yang
paling benar dan Negara yang
haq, tapi kemudian banyak hal dan kejadian2 disana
yang membuat mata saya
terbuka lebih lebar sehingga saya bisa melihat lebih
luas dan lebih
obyektif....

Saya tidak menyalahkan orang2 NII atau siapapun dan
apapun yang terlibat
didalamnya. Di Sirnagalih saya sama sekali tidak
diajarkan untuk dendam,
tapi justru harus memaafkan mereka, karena semua
pengalaman itu sebenarnya
pelajaran hidup yang berharga buat saya. Seperti
saya bilang, saya mengerti
"cahaya" setelah saya keluar dari tempat gelap. Saya
mengerti arti sehat,
setelah saya merasakan sakit...

Hidup ini merupakan pilihan dan saya hanya
menentukan pilihan saya. Allah
itu sangat demokratis koq...! Kalau orang2 dan
kelompok NII itu mau tetap
menjalankan apa yang sudah mereka rencanakan atau
kehendaki, ya silakan
saja...dan mungkin memang sunatullah-nya demikian.

Dalam perjalanannya nanti, akan terjawab dan terbuka
semua bahwa kebenaran
hanya satu, seperti yang disampaikan oleh Guru Haris
kepada kita semua dan
kita akan mengetahui yang manakah yang 'satu' itu.

Semua pertanyaan2 saya tentang Nii dan tentang
kehidupan ini terjawab di
Sirnagalih. Di Sirnagalih ini kita tidak membeda2kan
agama atau golongan,
dan tidak menganggap agama atau golongan tertentu
lebih mulia dari yang
lain, tidak merendahkan sesama, dll. Kita bahkan
TIDAK diajarkan menganggap
orang2 diluar Sirnagalih lebih rendah atau 'kafir'
(dianggap masih
ter'cover'/tertutup karena belum hijrah/ber
Al-Qur'an) karena semua
berpulang kepada pribadi masing2 manusia itu
sendiri.