Kamis, Februari 02, 2006

Terjebak Aliran Sesat NII AL ZAYTUN

Republika Jumat, 08 Juli 2005

FUUI mengingatkan banyaknya gerakan yang memberikan pemahaman salah
dan keliru terhadap Islam. Butuh penyikapan dan benteng iman yang
kuat.

Butuh waktu yang lama bagi Endi, pemuda 29 tahun, untuk menyadari
dirinya telah terjebak dalam ajaran sesat. Selama lebih dari tiga
tahun ia meyakini sebuah doktrin yang dinilainya saat itu paling benar
karena bersumber pada Kitab Suci Alquran.

Ia tak menolak ketika harus membayar 'uang hijrah', menyetorkan rupiah
tertentu setiap bulan, dan mengkafirkan umat di luar kelompoknya.
''Ajarannya terlihat meyakinkan,'' ujarnya.

Hingga suatu hari, pengajiannya digerebek tim dari Forum Ulama Ummat
Indonesia (FUUI) Bandung bersama aparat. Ia harus 'menginap' di
tahanan selama satu minggu.

Ulama Bandung kemudian membantu 'meluruskan' pemahamannya. "Saya
menyesal telah mengikuti jejak yang sesat. Mereka menyimpang dari
Islam," ujarnya. Ia mengaku terjerumus karena kurangnya pemahaman
mengenai Islam.

Endi hanya satu contoh Muslim yang pernah tergelincir ke lembah sesat.
Musyawarah Ulama dan Ummat Islam Indonesia yang berlangsung pada Ahad
(3/7), di Masjid Al Fajr Bandung, menyebut, kini ribuan umat terjebak
menjadi pengikut aliran sesat.

Karenanya, forum musyawarah ini melihat perlunya penyikapan terhadap
para penyesat dan penghina syariat Islam di Indonesia. Mereka melihat,
fenomena aliran sesat dan sempalan dalam Islam yang bertujuan akan
meruntuhkan akidah umat dan menghancurkan Islam. ''Untuk yang ini,
hukumannya jelas, yaitu hukuman mati,'' ujar Ketua Forum Ulama Ummat
Indonesia (FUUI), Athian Ali M Da'i.

Menurut Athian, fenomena mengenai penghinaan dan penyesatan syariat
Islam -- dengan berkembangnya wacana serta fakta yang didapat --
semakin mengkhawatirkan. Banyak kasus yang sifatnya massal yang mulai
mencuat. Ia mencontohkan kasus ateisme yang muncul di IAIN Sunan
Gunung Djati Bandung beberapa waktu lalu.

Ketua Majelis Permusyaratan Ulama Nangro Aceh Darussalam (NAD), Dr Tgk
H Muslim Ibrahim mengatakan, penyesatan dipahami sebagai pelbagai
upaya memberikan pemahaman yang salah dan keliru terhadap Islam.
Pemahaman ini, jelasnya, biasanya dikembangkan oleh kelompok yang
ingin menghancurkan Islam.

Sedangkan definisi mengenai penghinaan sendiri adalah seluruh upaya
yang bermuara kepada penghinaan terhadap syariat Islam. ''Kemudian
apakah kita akan diam ketika para penyesat dan penghina syariat Islam
itu menggerogoti keimanan kita?'' ujarnya balik bertanya.

Muslim memaparkan beberapa contoh kasus yang diamatinya sebagai upaya
pemurtadan di daerahnya NAD dan sudah sangat penting untuk disikapi.
Misalnya saja, menyebarkan Alquran dengan simbol agama tertentu atau
bahkan Al Kitab dengan 'baju' Alquran. ''Harus ada satu gerakan untuk
menyikapi hal ini,'' ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Athian Ali mengatakan, pihak pemerintah
dalam hal ini belum memberikan kontribusi positif terhadap usaha-usaha
mengenai penyikapan terhadap para penyesat dan penghina syariat Islam.
Beberapa kali pihaknya pernah melakukan usaha pelaporan terhadap pihak
berwajib namun belum ditanggapi secara serius.

''Pihak kita pernah mengajukan sebuah kelompok yang mengaku Islam
liberal ke Mabes Polri namun tanggapan yang didapat dari pihak
kepolisian terhadap kasus yang kita ajukan belum membuahkan hasil yang
kita inginkan,'' ujar Athian mencontohkan.

Lebih dari 50 orang ulama dari berbagai organisasi dan daerah di
Indonesia hadir dalam pertemuan ini. Mereka antara lain KH Abdul Qadir
Djaelani, KH Yusuf Emir Feisal, KH Luthfi Bashori, KH Kholil Ridwan,
Dr Tgk H Muslim Ibrahim MA, KH Athian Ali Da'i, Fauzan Al Anshori, H
Ahmad Shobri Lubis, dan KH M Idris Hady.

Beberapa rekomendasi, masukan, dan usulan aksi dihasilkan oleh para
ulama dalam pertemuan ini. Di antaranya adalah mendesak pemerintah
untuk mengambil tindakan kepada para penyesat akidah, hukuman mati
bagi para penyesat, seruan wajib bagi setiap muslim untuk menegakan
syariat Islam.

Mereka juga menetapkan hukum murtad bagi Muslim yang tidak meyakini
kebenaran syariat Islam, mengatasnamakan Islam namun dalam
kenyataannya menghina Islam, dan atau yang menyebarkan faham yang
bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah.

Mereka Lihai dalam 'Bermain' Ayat

Berangkat dari kurangnya pemahaman terhadap Islam membuat seseorang
bisa terjerumus ke dalam sebuah kelompok atau aliran yang menyesatkan.
Kelemahan itulah yang biasanya dimanfaatkan oleh para penyesat agar
kaum muslimin mau masuk dan bergabung ke dalam kelompok yang
dibuatnya. Dengan berkedok sebagai kelompok Islam yang paling benar
dan memainkan ayat-ayat suci Alquran mereka melancarkan doktrinasinya
untuk bisa mempengaruhi.

Hal tersebut dialami M Andri Hermawan, Muslim berusia 23 tahun yang
sekarang ini memilih wiraswasta sebagai profesinya. Kejadiannya
berawal ketika dia bekerja di sebuah rumah makan di Bandung sekitar
tahun 2000. Ketika itu, kata dia, seorang teman di tempatnya bekerja
mengajak dirinya ke sebuah majelis taklim.

Mulanya, lanjut dia, pengajian yang didatangi memang terasa begitu
menarik, karena memang sebagai orang yang awam terhadap Islam saat itu
merasa begitu mudah memahami ajaran yang disampaikan oleh para ustadz
yang memberikan materi dalam pengajian tersebut. ''Sehingga waktu itu
saya tertarik untuk bisa mengikuti pengajian tersebut secara rutin,''
ujar Andri.

Pengajian rutin itu sendiri, kata Andri, pada awalnya terkesan bagus
karena banyak membahas ayat-ayat Al Quran. Hadis jarang dibicarakan,
karena penekanan pengajian itu adalah pada masalah-masalah tauhid.

Setelah beberapa kali mengikuti pengajian tersebut, ungkap dia, ajaran
tauhid dan akidahnya mengajak atau mendoktrinnya untuk melihat
individu diluar kelompok tersebut merupakan kelompok kafir.
''Dasar-dasar dalam Alquran pun diungkap,'' ujarnya menyebut pangkal
keyakinannya pada ajaran itu.

Memang terasa sedikit keganjilan, jawab Andri, ketika dirinya dianggap
hijrah ke dalam kelompok tersebut setelah menyetorkan uang sebesar Rp
1 juta. Istilahnya, uang itu sebagai uang hijrah. Namun lagi-lagi rasa
ganjilnya hilang setelah sang mentor mengutip ayat yang dijadikan
dalil.

Setelah sekitar sebulan bergabung, kata Andri, kelompok tersebut
kembali meningkatkan doktrinnya, seperti anjuran mencuri barang orang
lain selain anggota kelompoknya. Kemudian langkah berikutnya, tambah
dia, adalah mengkafirkan orang tua, dan seterusnya.

Ia pun mulai 'bermasalah' dengan lingkungan sekitarnya. Andri pun
memilih hijrah ke Jakarta dan diperkenalkan dengan apa yang dikatakan
sang mentor sebagai Negara Islam Indonesia (NII), wadahnya selama ini.

Andri mengungkapkan bahwa dirinya sempat bergabung dalam kelompok
tersebut selama satu tahun setengah dan jabatan terakhir yang
ditinggalkannya adalah koordinator desa atau setingkat kepala desa. ia
mengaku sempat memprotes mengenai setoran uang umat yang ketika itu di
korupsi oleh pemimpinnya.

Akhirnya, hidayah pun datang. Bersama 6.000 anggota lain, mereka
ramai-ramai mundur dari kelompok itu. Satu yang membuatnya tak habis
pikir hingga kini, ''Mereka sungguh lihai bermain ayat,'' ujarnya.