Selasa, Mei 29, 2007

KW9 LAIN TERBENTUK OLEH BIN - TNI




Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar berniat akan merekrut para santri dari seluruh pondok pesantren di Indonesia. Para santri itu akan diberi tugas belajar di Sekolah Intelijen Negara yang dikelola BIN. Gagasaan itu disampaikan Syamsir setelah bersilaturrahmi meperingati Kenduri Maulid Nabi dengan 3.000 pimpinan dan santri di Pesantren Al-Fattah Lamongan, di Desa Siman, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Sabtu 7 April 2007 lalu.

Tampak hadir pada acara yang diikuti ribuan kiai dan santri itu, Wakil Ketua PBNU Jawa Timur, KH Abdul Matin dan Pimpinan Ponpes Al-Fattah, KH Agus Abdul Madjid. Sementara itu, rombongan Kepala BIN Syamsir Siregar di antaranya Deputi II Haryanto, Direktur 25 Budi Hardjito, Kapolwil Jawa Timur Baru Sanusi, dan staf khusus Wahyu Saronto. Menurut Syamsir, langkah itu dilakukan untuk memperkuat jaringan intelijen demi kepentingan negara. “Saya ingin merekrut siswa-siswa unggulan ini untuk disekolahkan di sekolah kami,” kata Syamsir.

Di pesantren Al-Fattah terdapat sekolah unggulan, SMA Al-Fattah. Alumni SMA Al-Fattah tersebar di berbagai perguruan tinggi negeri di Indonesia. Syamsir menegaskan, keberadaan pesantren di Tanah Air merupakan sarana untuk melahirkan pemimpin dan tenaga ahli di bidang agama.

Terkait terorisme, menurut Syamsir, Provinsi Jawa Timur merupakan daerah kelabu. “Jawa Timur bisa menjadi basis, tapi juga bisa menjadi wilayah operasi terorisme,” kata Syamsir. Pihaknya akan merekrut para santri di Pondok Pesantren (ponpes) al-Fattah Lamongan menjadi intel yang handal dan berwawasan kebangsaan untuk kepentingan negara.

Apakah kehadiran BIN di pondok pesantren merupakan upaya intelijen untuk merekrut para santri guna melawan kelompok teroris yang banyak disinyalir lahir dari pesantren juga? Ditanya demikian, Syamsir Siregar tidak mengiyakan. Ia hanya mengaku, kedatangannya ke Ponpes Al-Fattah, karena diundang pimpinan pondok pesantren untuk mengikuti Kenduri Maulid Nabi Muhammad SAW.

Dalam orasi propaganda di hadapan ribuan kiai, santri, dan umat Islam Desa Siman, Syamsir Siregar mengatakan, perkembangan situasi nasional saat ini dipengaruhi terjadinya benturan triangular ideologi dunia. Yaitu, kelompok demokrasi liberal yang dipimpin Amerika Serikat, kelompok sosial demokrasi yang berkembang pesat di Eropa, dan kelompok “radikalisme” agama.

Benturan kepentingan telah mewarnai arah politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan di kawasan regional termasuk Indonesia. Sebagai akibatnya, antara lain memunculkan problem terorisme, separatisme, konflik sosial, kesenjangan kemakmuran, dan krisis ekonomi. “Di Indonesia, kristalisasi dari perlawanan ini di antaranya berupa teror peledakan bom terhadap kepentingan barat atau AS ataupun simbol-simbolnya,” ujarnya.

Syamsir menegaskan, dalam kondisi yang rawan terjadi disintegrasi bangsa, perlu rekonstruksi ulang nilai-nilai nasionalisme yang anti imperialisme, mempromosikan perdamaian, kemandirian, solidaritas, dan keadilan sosial. Nilai-nilai tersebut tidak perlu harus bertentangan dengan proses demokrasi.

Seusai ceramah, Syamsir Siregar menyerahkan sumbangan sebesar Rp 500 juta untuk Pondok Pesantren Al-Fattah, yang diterima KH Agus Abdul Madjid. Sumbangan sebesar itu sebagai perekat konspirasi antara intelijen dan kyai dengan melibatkan para santri. Proyek perang melawan terorisme yang digembar-gemborkan Amerika, mulai menyusup ke jantung pendidikan umat Islam. BIN telah melakukan tindakan adu domba antar masyarakat dengan alasan memerangi terorisme.

inilah upaya BIN dalam menghancurkan citra islam di Indonesia, termasuk dalam pembentukan KW9 yang telah mereka lakukan dahulu...