DEWI SANDRA, seorang artis, berencana mengunjungi pesantren Al-Zaytun bersama suami dan keluarganya, untuk menyampaikan sejumlah sumbangan (Media Indonesia, Kamis, 8 Maret 2001). Keberadaan pesantren yang terletak di Indramayu (Jawa Barat) itu diketahuinya setelah ia membaca sebuah artikel tentang itu di sebuah harian.
Sebelumnya, sebuah harian mengabarkan kunjungan ADI SASONO selaku Ketua Umum ICMI ke pesantren Al-Zaytun (pada Desember 2000 lalu). Bahkan pesantren yang dipimpin Syekh Al Ma'had AS Panji Gumilang, peresmiannya dilakukan oleh BJ Habibie, semasih ia menjabat sebagai Presiden RI pada bulan Agustus 1999. Peresmian itu mendapat perhatian media massa yang cukup luas, antara lain ditayangkan oleh SCTV pada Liputan 6 Siang.
Pesantren Al-Zaytun terletak di desa Gantar, Mekar Jaya, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat. Dibangun di atas tanah seluas 1.200 hektar, yang sebelumnya merupakan lahan tandus yang sama sekali tidak punya potensi ekonomi. Secara kelembagaan, pesantren ini dikelola oleh Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) yang berdiri secara resmi tanggal 1 Juni 1993 (bertepatan dengan 10 Dzul Hijjah 1413 H), dengan akte pendirian tertanggal 25 Januari 1994 bernomor 61 pada Notaris Ny. Ii Rokayah Sulaiman, SH.
Tokoh sentral pesantren Al-Zaytun (dan YPI) adalah Abu Toto alias Toto Salam alias Abu Ma'ariq alias Nur Alamsyah alias Syamsul Alam, yang kini bernama Syekh Al Ma'had AS Panji Gumilang. Abu Toto semula adalah kader NII (Negara Islam Indonesia) yang kemudian menyempal dan menyesatkan.
Menurut seorang tokoh NII struktural yang berdomisili di Bekasi, Abu Toto pernah menjabat sebagai koordinator KW-9 NII (Komandemen Wilayah 9 Negara Islam Indonesia) yang melingkupi DKI Jakarta dan sekitarnya, pada awal 1990-an. Pada 1996, Toto menggantikan posisi Tachmid Rahmat Basuki (anak kandung SM Kartosoewirjo) sebagai pelaksana harian NII, karena TRB memasuki masa pensiun. Sedangkan sebagai imam adalah Adah Djaelani yang kembali menjabat sejak 1994 setelah ia keluar dari penjara akibat terlibat kasus Komando Jihad buah rekayasa Ali Moertopo.
Versi lain mengtakan, Adah Djaelani sebagai imam saat itu melimpahkan kekuasaannya kepada Abu Toto sebagai upaya regenerasi, dengan sebelumnya memberhentikan Tachmid dari jabatannya sebagai KSU (Kepala Staf Umum).
Pengangkatan Abu Toto seperti itu ditolak oleh sebagian komunitas NII, dan sebagian lain mendukungnya. Dari sinilah Toto mulai menyempal dengan menyatakan bahwa ia dan kelompoknya merupakan NII warisan Kartosoewirjo. Dengan menyempalnya Abu Toto dari induknya (NII) telah menambah jumlah faksi yang sebelumnya sudah mencapai belasan.
Penolakan terhadap Abu Toto, dikarenakan ia sejak menjabat koordinator KW-9 NII (sejak 1991-1992) sudah melanggar syariat, antara lain:
1. Shalat dinyatakan tidak perlu, karena merupakan simbol semata, sebab esensi perintah shalat adalah berjihad menegakkan atau membangun Daulah NII.
2. Menutup aurat (berjilbab) dinyatakan tidak perlu, karena merupakan simbol semata, sebab esensi dari perintah menutup aurat adalah menyimpan rahasia.
3. Menghalalkan fa'i, pencurian maupun penipuan karena kondisi saat ini dinilai jahiliyah (masa kegelapan), maka mereka menyatakan berhak merampok harta WNRI dengan dalih dan cara apapun, meski korban juga beragama Islam. Dasar hukum yang digunakan adalah adanya keyakinan dalam doktrin NII yang menyatakan "Seluruh wilayah RI dan segala kekayaannya adalah milik NII dan segenap warganya" didasarkan pada proklamasi berdirinya NII tahun 1949 serta merujuk pada ayat "Sesungguhnya bumi ini diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang shalih." Oleh karenanya secara hukum warga NII merasa berhak dengan mutlak atas harta yang kini berada di tangan setiap warga RI, dengan demikian untuk mengambil kembali harta dan kekayaan NII tersebut berlakulah hukum Tubarriru al Washilah (segala cara adalah halal).
Menurut Al Chaidar dalam bukunya berjudul Sepak Terjang KW-9 Abu Toto Syekh AS Panji Gumilang Menyelewengkan NKA-NII Pasca SM Kartosoewirjo (hal. 105), "…Disinyalir kelompok NII KW-9 Abu Toto ini adalah misi terselubung untuk menghancurkan pemahaman nilai-nilai ajaran Islam dengan memakai Islam itu sendiri…"
Sedangkan di majalah GAMMA edisi 1-7 Maret 2000 (hal. 72), Al Chaidar mengatakan, bahwa Abu Toto alias AS Panji Gumilang, pengasuh dan pendiri pondok pesantren Al-Zaytun adalah seorang intel yang disusupkan pemerintah ke dalam tubuh NII sejak 1990-an. Berkat kelihaiannya, Abu Toto berhasil menarik massa NII, melahap hartanya untuk kepentingan pribadi.
Menurut Ketua MUI Jawa Barat, KH Miftah Faridl, beliau pernah melakukan konfirmasi kepada Abu Toto sehubungan isu keterkaitan antara Al-Zaytun dengan NII. Menurut KH Miftah Faridl, Abu Toto membenarkan hal itu dan mengakui dirinya memang Komandan I pecahan DI/NII Kartosoewirjo. Toto juga mengakui melakukan penggalangan dana melalui program infaq wajib kepada warganya untuk mendukung pendirian Al-Zaytun. Namun Toto menyangkal ada tekanan dan ancaman di dalam melaksanakan program tersebut.
Beberapa waktu lalu di beberapa media nasional pernah diturunkan liputan tentang kasus korban NII KW-9. Pada TEMPO edisi 5 Maret 2000, antara lain dikisahkan tentang Catur, mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) angkatan 1997 yang terlibat gerakan NII KW-9. Ia punya kewajiban merekrut anggota baru dan wajib menyumbangkan sebagian hartanya untuk membiayai pergerakan. Ada yang dirasakan janggal oleh Catur, yaitu ia dan kawan-kawannya diizinkan tidak shalat sebelum negara Islam terbentuk. Akhirnya Catur hengkang.
Harian Galamedia, Bandung, edisi 17 Februari 2000 memuat pengakuan seorang Ibu berusia 45 tahun, yang anaknya kuliah di UNPAD (angkatan 1998) dan masuk menjadi anggota NII selama lebih dari setahun. Setelah bergabung dengan NII KW-9 sang anak jadi berubah. Selain tidak mau belajar dengan baik juga selalu membangkang terhadap perintah orangtua. Tadinya anak itu saleh dan sering shalat, tapi belakangan berubah. Tidak setiap hari pulang ke rumah, kadang-kadang pulang lima hari sekali atau seminggu sekali, prestasi belajarnya pun semakin memburuk.
Majalah FORUM KEADILAN edisi 27 Februari 2000 mengisahkan penuturan Suryana, 52 tahun. Menurut Suryana, anaknya suka melalaikan ibadah wajib (shalat) dan suka mencuri barang berharga milik ibunya. Sang anak beralasan, barang milik orang yang tidak masuk NII KW-9 halal diambil. Kisah yang lebih tragis dialami Ibu Yenni. Suatu hari anak perempuannya yang telah terjerat NII KW-9 meminta uang sebesar satu juta rupiah untuk diinfakkan kepada ustadznya. “Kalau Mama nggak ngasih, berarti Mama menghalangi gerakan kami. Artinya Mama halal untuk dibunuh…”
Berdasarkan penuturan sejumlah korban yang pernah datang ke LPPI, berhasil dibuat catatan kecil tentang doktrin sesat NII KW-9 Al-Zaytun, antara lain:
1. Pengulangan sejarah akan terjadi, seperti yang pernah terjadi pada zaman Nabi Yusuf alaihissalam. Tujuh tahun masa panen dan tujuh tahun masa paceklik. Untuk itu ummat selama tujuh tahun harus menyerahkan hartanya kepada Imam NII, sebagai persiapan untuk masa paceklik setelah tujuh tahun kemudian. Dengan tanpa ada ketetapan sejak kapan dimulainya. Dan tidak pula ada yang mempertanyakannya.
2. Sejarah kisah Ashabul Kahfi akan terulang, suatu saat nanti.
3. Seluruh dana yang berhasil dikumpulkan akan dikelola melalui ma’had Al Zaytun.
4. Ma’had Al Zaytun, yang sudah berdiri tegak di berbagai daerah adalah bentuk dan wujud konkret amal usaha NII dalam merintis tegaknya Madinah dan Daulah NII.
Pada dasarnya kesesatan yang dibawa Abu Toto pimpinan Al-Zaytun, secara sederhana dapat digolongkan ke dalam dua golongan. Pertama, untuk urusan shalat atau puasa, dinyatakan belum wajib dijalankan karena negara Islam belum berdiri (masih dalam perjuangan). Sedangkan untuk urusan berbau duit, seperti zakat, infaq, shadaqoh, nilainya digelembungkan. Bila zakat fithrah yang umum berlaku adalah sekitar Rp 10.000,- (bila dikonversi dalam bentuk uang), maka menurut aturan Abu Toto, jumlah itu bisa mencapai Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) bahkan bisa mencapai Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah). Dan itu semua tidak disampaikan kepada fakir-miskin, melainkan untuk dana pembangunan Al-Zaytun.
Fenomena Islam Sesat Al-Zaytun ini sudah lama menarik perhatian LPPI. Sampai saat ini LPPI terus melakukan investigasi dan pengumpulan berbagai data tentang kesesatan mereka. Termasuk data otentik tentang Abu Toto alias Syekh Al Ma'had AS Panji Gumilang. Apalagi mengingat masih banyak anggota masyarakat yang tidak kenal wujud asli Abu Toto dan pesantren Al-Zaytunnya.
Bahkan bila memungkinkan LPPI akan menggandeng lembaga terkait, sebisa mungkin akan melakukan advokasi terhadap para korban Abu Toto yang telah dirugikan secara materi. Harta milik ummat telah dirampas melalui Qoror-qoror seperti program Qiradl, Zakat Fithrah yang nilainya digelembungkan, Infaq dan Shadaqah, Qurban dan Tartib.
Tidak hanya seorang Dewi Sandra yang tidak paham, bahkan juga tokoh nasional seperti Adi Sasono yang kini menjabat sebagai Ketua Umum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia). Tentunya merupakan suatu ironi bila seorang Ketua Umum ICMI tidak bisa membedakan antara ayam dengan musang berbulu ayam.
Nampaknya ketidaktahuan Adi Sasono diwarisi dari Ketua Umum ICMI sebelumnya, Prof. B.J. Habibie, yang saking awamnya dengan 'dunia pergerakan' Islam secara sukarela meresmikan Al-Zaytun yang bagi kalangan Islam 'pergerakan' merupakan landmark keberhasilan aliran sesat memperdaya elite politik nasional.
Semasa Orde Baru, Rudini selaku Menteri Dalam Negeri dan elite Golkar, pernah mengadopsi LEMKARI (Lembaga Karyawan Islam) ke dalam Golkar. Ia tidak tahu, bahwa sesungguhnya Lemkari adalah nama baru dari Islam Jama'ah yang sudah dinyatakan sesat dan dilarang oleh Kejaksaan Agung. Kini, Lemkari mengubah namanya menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), dan bertebaran di berbagai pelosok Indonesia.