Rabu, Desember 08, 2004

Pengaduan Keberadaan Al Zaytun

Berikut ini surat pengaduan dari seorang korban Al Zaytun, yang juga disampaikan (ditembuskan) kepada penulis.

Kepada Yth.
Bapak-Bapak yang Berwenang dan Berilmu
Di Republik Indonesia

Perihal: pengaduan keberadaan Al Zaytun

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Dengan hormat,

Kami yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Nung Fadhilah
Alamat : Jl Sawo Kecik Blok DD No 8 Cikutra Bandung

Adalah orang tua dan wali santri dari

Nama : Raymond Fadhil
Kelahiran : Bandung 18 April 1990
Alamat : Jl Sawo Kecik Blok DD No 8 Cikutra Bandung
Status : Santri Al Zaytun angkatan 2001

Dengan ini mengadukan kepada pihak-pihak yang terkait: Pemerintah Indonesia, MUI, Kejaksaan Agung RI, Kepolisian RI, DEPAG, DPR-MPR dan ORMAS ISLAM, sehubungan dengan keberadaan pondok pesantren Al-Zaytun yang berada di Indramayu. Bahwa ternyata banyak aqidahnya yang menyimpang dari ajaran Islam. Sehingga banyak pula masyarakat yang dirugikan dari segi materi fisik dan moral spiritual.

Bagi ummat yang berkeyakinan sama dengan jama ah Al-Zaytun mungkin itu tidak menjadi masalah. Tetapi bagi masyarakat yang berbeda keyakinan tentu sangat dirugikan, hanya karena tidak terbukanya sistem aqidah yang digunakan Al-Zaytun. Diantara sebagian kecil yang telah saya ketahui:

1. Laporan dari santri, pernah dilarang berwudlu ketika saat untuk shalat.
2. Para pekerja bangunan disamping masjid Al-Hayat tidak turun untuk turut melaksanakan shalat berjama ah.
3. Keadaan lingkungan pergaulan sangat terasa dibiarkan bebas dengan membaurnya antara lelaki dan wanita baik itu di kantin di masjid dan di asrama An-Nur tingkat atas ditempati oleh santri pria sedangkan yang di bawah ditempati santri wanita. Ini membuat saya kaget, karena semua ini tidak lazim terjadi dalam sebuah pondok pesantren.
4. Pada saat tiba di Al-Zaytun untuk mengikuti test calon santri yang didampingi oleh orangtua santri, panitia sama sekali tidak memperhatikan waktu shalat. Sehingga shalat Dzhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya terpaksa saya gabungkan, karena baru mendapat tempat penginapan tepat pada waktu shalat Isya . Perkiraan saya itu adalah karena faktor keteledoran panitia, ternyata akhirnya saya ketahui kalau perjuangan seperti telah dianggap sama dengan shalat yang sesungguhnya bagi jama ah Al Zaytun.
5. Kurangnya perhatian pada kebersihan masjid, banyak bekas sisa makanan tidak lekas dibersihkan, onggokan sampah di sebelah (papan pengumuman kehilangan) sangat menjijikkan dan satpam masjid pun dengan bebasnya bercanda-ria dengan santri wanita. Ini menandakan kurangnya pengawasan dan perhatian terhadap rumah Allah.
6. Sama sekali tidak ada toleransi dan terlalu materialistis, anak saya yang hanya memecahkan sebuah piring makan diharuskan membayar seharga Rp 23.000,- (dua puluh tiga ribu rupiah). Ini jelas suatu pemerasan).
7. Laporan dari santri, temannya tidak melakukan piket sehingga mendapatkan pukulan dan cubitan, ini jelas adalah cara-cara pendidikan yang tidak Islami.
8. Menurut cerita dari salah seorang dari orangtua santri, shalat tidak diutamakan, kiamat diartikan lain, haji itu bohong, qurban iedul adlha dapat diganti dengan uang, ummat yang belum hijrah adalah kafir, termasuk orangtua sendiri.
9. Di Al-Zaytun kelak akan berdiri Negara Islam Indonesia dan banyak orang kafir akan dieksekusi, termasuk orangtua darahnya adalah halal.
10. Pada saat test ternyata jama ah Al-Zaytun (orangtua calon santri) banyak yang tidak melaksanakan shalat.
11. Kejanggalan-kejanggalan yang saya lihat dan saksikan sendiri ternyata sesuai dengan buku yang baru saya baca, yang di tulis oleh Umar Abduh, juga yang telah diceritakan oleh saudara saya pada tahun 1986 pernah menjadi jama ah NII selama 6 bulan lalu keluar.

Maka dengan tidak terbukanya sistem akidah yang diterapkan Al-Zaytun, sehingga saya merasa dibohongi, karena saya bukanlah jama ah dari Al-Zaytun dan tidak mau menjadi jama ah Al-Zaytun.

Adapun kemudian ternyata saya mau saja menanda-tangani akte notaris penitipan uang sebesar US$1500 (seribu lima ratus dolar AS) yang saat itu setara dengan Rp 17.225.000 (tujuh belas juta dua ratus dua puluh lima ribu rupiah), yang katanya untuk harga pembelian seekor sapi. Bahkan mau saja menerima perlakukan pihak Al-Zaytun yang tidak memberikan bukti surat akte notaris penitipan uang tersebut, dan menurut beberapa wali santri sejak semula pun memang tidak ada yang diberi surat tanda bukti notaris penitipan uang oleh pihak Al-Zaytun.

Ini membuktikan adanya tindak kebohongan dan kecurangan serta pelanggaran HAM yang sangat dalam. Dan sangat tidak sesuai dengan ajaran Islam yang menetapkan wajibnya kejujuran serta transparansi.

Untuk itu tentu saja saya tidak akan membiarkan anak saya nantinya mempunyai akhlaq sebagaimana akhlaq yang dimiliki para pendidik Al-Zaytun, sehingga saya berkeputusan untuk mengambil kembali anak saya. Saya rasa banyak masyarakat yang belum mengetahui sistem aqidah yang diterapkan Al-Zaytun, sehingga demi pendidikan dan kebaikan serta keshalehan anak saya apapun akhirnya saya lakukan.

Seperti apa yang telah saya lakukan: Saya telah rela menjual perhiasan emas senilai Rp 4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah), dan sedikit dari tabungan saya pergunakan, selebihnya kekurangan dana sebesar Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) saya pinjam kepada Bank yang harus saya kembalikan dalam tempo 5 tahun, dan angsuran setiap bulannya Rp 425 000 (empat ratus dua puluh lima ribu rupiah). Jadi total persiapan saya untuk memasukkan anak saya ke Al-Zaytun yang dimulai Desember tahun 2000 antara lain:

1. Biaya masuk TPA yang dikordinir kelompok Al-Zaytun untuk trasportasi ke TPA yang dilaksanakan sekali dalam satu minggu.
2. Ongkos para guru TPA yang datang ke rumah seminggu satu kali.
3. Biaya test masuk di Al-Zaytun.
4. Shadaqah semen dan shadaqah-shadaqah lainnya.

Sehingga total biaya yang telah saya keluarkan adalah Rp 22.500.000 (dua puluh dua juta lima ratus ribu rupiah). Ini adalah pengeluaran yang biasa, yang saya sesalkan dan saya prihatinkan adalah karena dengan sangat terpaksa saya harus membayar cicilan ke Bank setiap bulan sebesar Rp 425.000 (empat ratus dua puluh lima ribu rupiah).

Semua ini saya lakukan demi anak walaupun dalam keadaan ekonomi yang sulit serta memaksakan diri. Tetapi harapan saya tersebut hancur setelah mendengar dan mengetahui sendiri sistem aqidah dan akhlaq yang diterapkan Al Zaytun adalah sesat dan menyimpang .

Sehubungan dengan kejanggalan-kejanggalan tersebut di atas maka saya sangat keberatan dan tidak bisa menerima, saya mohon penandatanganan akte notaris penitipan uang sebesar US$ 1500 (seribu lima ratus dolar AS) dibatalkan dan dikembalikan, termasuk biaya notaris sebesar Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah).

Selanjutnya kepada bapak-bapak pejabat pemerintahan yang pernah berkunjung ke Al-Zaytun seperti Bapak Habibie, Bapak Malik Fajar, Bapak Indrajati, Ibu Tuty Alawiyah, Bapak Adi Sasono dan yang tidak saya ketahui, semuanya harus bertanggung jawab. Paling tidak, harus segera mengklarifikasi keberadaan ma had Al-Zaytun karena begitu besar pengaruhnya nama-nama tersebut bagi masyarakat awam, padahal ma had Al-Zaytun ternyata betul-betul sesat.

Sebagai rakyat saya telah dirugikan, dan demi tegaknya hukum saya mengharapkan pengaduan saya ini kiranya ditindak-lanjuti.

Kepada saudara-saudara para wali santri mari kita menuntut kepada pihak-pihak yang terkait dalam masalah ini seperti Ormas Islam, MUI (Majelis Ulama Indonesia), LBH (Lembaga Bantuan Hukum, Kepolisian, Kejaksaan agar segera mengambil tindakan preventif dengan memanggil paksa Syaykh Ma had AS Panji Gumilang beserta para penanggung jawabnya guna memberikan klarifikasinya di hadapan ummat Islam baik secara terbuka ataupun secara tertutup.

Dan yang lebih penting adalah hasil klarifikasi pihak ma had Al-Zaytun tersebut benar-benar bisa diketahui oleh banyak pihak ummat yang telah dirugikan oleh mereka.
Selain berlindung kepada Allah SWT saya pun meminta perlindungan dan bantuan serta pembelaan kepada orang perorang maupun lembaga-lembaga resmi dan memiliki kepedulian serta keprihatinan dengan masalah ini.

Demikian pengaduan dan himbauan ini saya buat dengan harapan kiranya mendapat perhatian dan bisa ditindak-lanjuti. Semoga Allah melindungi setiap hamba-Nya dan mengabulkan harapan kita.

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bandung, 26 Agustus 2001

Ibu Nung Fadhilah


Tembusan:
1. Presiden Republik Indonesia.
2. Ketua MPR RI
3. Ketua DPR RI
4. Ketua MA RI
5. Kejaksaan Agung RI
6. MUI Pusat
7. LBH Indonesia.