Senin, Januari 10, 2005

Islam Sesat Dari Al-Zaytun

DEWI SANDRA, seorang artis, berencana mengunjungi pesantren Al-Zaytun bersama
suami dan keluarganya, untuk menyampaikan sejumlah sumbangan (Media Indonesia,
Kamis, 8 Maret 2001). Keberadaan pesantren yang terletak di Indramayu (Jawa
Barat) itu diketahuinya setelah ia membaca sebuah artikel tentang itu di sebuah
harian.

Sebelumnya, sebuah harian mengabarkan kunjungan ADI SASONO selaku Ketua Umum
ICMI ke pesantren Al-Zaytun (pada Desember 2000 lalu). Bahkan pesantren yang
dipimpin Syekh Al Ma'had AS Panji Gumilang, peresmiannya dilakukan oleh BJ
Habibie, semasih ia menjabat sebagai Presiden RI pada bulan Agustus 1999.
Peresmian itu mendapat perhatian media massa yang cukup luas, antara lain
ditayangkan oleh SCTV pada Liputan 6 Siang.

Pesantren Al-Zaytun terletak di desa Gantar, Mekar Jaya, Kecamatan Haurgeulis,
Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat. Dibangun di atas tanah seluas 1.200
hektar, yang sebelumnya merupakan lahan tandus yang sama sekali tidak punya
potensi ekonomi. Secara kelembagaan, pesantren ini dikelola oleh Yayasan
Pesantren Indonesia (YPI) yang berdiri secara resmi tanggal 1 Juni 1993
(bertepatan dengan 10 Dzul Hijjah 1413 H), dengan akte pendirian tertanggal 25
Januari 1994 bernomor 61 pada Notaris Ny. Ii Rokayah Sulaiman, SH.

Tokoh sentral pesantren Al-Zaytun (dan YPI) adalah Abu Toto alias Toto Salam
alias Abu Ma'ariq alias Nur Alamsyah alias Syamsul Alam, yang kini bernama Syekh
Al Ma'had AS Panji Gumilang. Abu Toto semula adalah kader NII (Negara Islam
Indonesia) yang kemudian menyempal dan menyesatkan.

Menurut seorang tokoh NII struktural yang berdomisili di Bekasi, Abu Toto pernah
menjabat sebagai koordinator KW-9 NII (Komandemen Wilayah 9 Negara Islam
Indonesia) yang melingkupi DKI Jakarta dan sekitarnya, pada awal 1990-an. Pada
1996, Toto menggantikan posisi Tachmid Rahmat Basuki (anak kandung SM
Kartosoewirjo) sebagai pelaksana harian NII, karena TRB memasuki masa pensiun.
Sedangkan sebagai imam adalah Adah Djaelani yang kembali menjabat sejak 1994
setelah ia keluar dari penjara akibat terlibat kasus Komando Jihad buah rekayasa
Ali Moertopo.

Versi lain mengtakan, Adah Djaelani sebagai imam saat itu melimpahkan
kekuasaannya kepada Abu Toto sebagai upaya regenerasi, dengan sebelumnya
memberhentikan Tachmid dari jabatannya sebagai KSU (Kepala Staf Umum).

Pengangkatan Abu Toto seperti itu ditolak oleh sebagian komunitas NII, dan
sebagian lain mendukungnya. Dari sinilah Toto mulai menyempal dengan menyatakan
bahwa ia dan kelompoknya merupakan NII warisan Kartosoewirjo. Dengan
menyempalnya Abu Toto dari induknya (NII) telah menambah jumlah faksi yang
sebelumnya sudah mencapai belasan.

Penolakan terhadap Abu Toto, dikarenakan ia sejak menjabat koordinator KW-9 NII
(sejak 1991-1992) sudah melanggar syariat, antara lain:
1. Shalat dinyatakan tidak perlu, karena merupakan simbol semata, sebab esensi
perintah shalat adalah berjihad menegakkan atau membangun Daulah NII.
2. Menutup aurat (berjilbab) dinyatakan tidak perlu, karena merupakan simbol
semata, sebab esensi dari perintah menutup aurat adalah menyimpan rahasia.
3. Menghalalkan fa'i, pencurian maupun penipuan karena kondisi saat ini dinilai
jahiliyah (masa kegelapan), maka mereka menyatakan berhak merampok harta WNRI
dengan dalih dan cara apapun, meski korban juga beragama Islam. Dasar hukum yang
digunakan adalah adanya keyakinan dalam doktrin NII yang menyatakan "Seluruh
wilayah RI dan segala kekayaannya adalah milik NII dan segenap warganya"
didasarkan pada proklamasi berdirinya NII tahun 1949 serta merujuk pada ayat
"Sesungguhnya bumi ini diwariskan kepada hamba-hamba-Ku yang shalih." Oleh
karenanya secara hukum warga NII merasa berhak dengan mutlak atas harta yang
kini berada di tangan setiap warga RI, dengan demikian untuk mengambil kembali
harta dan kekayaan NII tersebut berlakulah hukum Tubarriru al Washilah (segala
cara adalah halal).

Menurut Al Chaidar dalam bukunya berjudul Sepak Terjang KW-9 Abu Toto Syekh AS
Panji Gumilang Menyelewengkan NKA-NII Pasca SM Kartosoewirjo (hal. 105),
"…Disinyalir kelompok NII KW-9 Abu Toto ini adalah misi terselubung untuk
menghancurkan pemahaman nilai-nilai ajaran Islam dengan memakai Islam itu
sendiri…"

Sedangkan di majalah GAMMA edisi 1-7 Maret 2000 (hal. 72), Al Chaidar
mengatakan, bahwa Abu Toto alias AS Panji Gumilang, pengasuh dan pendiri pondok
pesantren Al-Zaytun adalah seorang intel yang disusupkan pemerintah ke dalam
tubuh NII sejak 1990-an. Berkat kelihaiannya, Abu Toto berhasil menarik massa
NII, melahap hartanya untuk kepentingan pribadi.

Menurut Ketua MUI Jawa Barat, KH Miftah Faridl, beliau pernah melakukan
konfirmasi kepada Abu Toto sehubungan isu keterkaitan antara Al-Zaytun dengan
NII. Menurut KH Miftah Faridl, Abu Toto membenarkan hal itu dan mengakui dirinya
memang Komandan I pecahan DI/NII Kartosoewirjo. Toto juga mengakui melakukan
penggalangan dana melalui program infaq wajib kepada warganya untuk mendukung
pendirian Al-Zaytun. Namun Toto menyangkal ada tekanan dan ancaman di dalam
melaksanakan program tersebut.

Beberapa waktu lalu di beberapa media nasional pernah diturunkan liputan tentang
kasus korban NII KW-9. Pada TEMPO edisi 5 Maret 2000, antara lain dikisahkan
tentang Catur, mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) angkatan 1997 yang
terlibat gerakan NII KW-9. Ia punya kewajiban merekrut anggota baru dan wajib
menyumbangkan sebagian hartanya untuk membiayai pergerakan. Ada yang dirasakan
janggal oleh Catur, yaitu ia dan kawan-kawannya diizinkan tidak shalat sebelum
negara Islam terbentuk. Akhirnya Catur hengkang.

Harian Galamedia, Bandung, edisi 17 Februari 2000 memuat pengakuan seorang Ibu
berusia 45 tahun, yang anaknya kuliah di UNPAD (angkatan 1998) dan masuk menjadi
anggota NII selama lebih dari setahun. Setelah bergabung dengan NII KW-9 sang
anak jadi berubah. Selain tidak mau belajar dengan baik juga selalu membangkang
terhadap perintah orangtua. Tadinya anak itu saleh dan sering shalat, tapi
belakangan berubah. Tidak setiap hari pulang ke rumah, kadang-kadang pulang lima
hari sekali atau seminggu sekali, prestasi belajarnya pun semakin memburuk.

Majalah FORUM KEADILAN edisi 27 Februari 2000 mengisahkan penuturan Suryana, 52
tahun. Menurut Suryana, anaknya suka melalaikan ibadah wajib (shalat) dan suka
mencuri barang berharga milik ibunya. Sang anak beralasan, barang milik orang
yang tidak masuk NII KW-9 halal diambil. Kisah yang lebih tragis dialami Ibu
Yenni. Suatu hari anak perempuannya yang telah terjerat NII KW-9 meminta uang
sebesar satu juta rupiah untuk diinfakkan kepada ustadznya. “Kalau Mama nggak
ngasih, berarti Mama menghalangi gerakan kami. Artinya Mama halal untuk
dibunuh…”

Berdasarkan penuturan sejumlah korban yang pernah datang ke LPPI, berhasil
dibuat catatan kecil tentang doktrin sesat NII KW-9 Al-Zaytun, antara lain:

1. Pengulangan sejarah akan terjadi, seperti yang pernah terjadi pada zaman Nabi
Yusuf alaihissalam. Tujuh tahun masa panen dan tujuh tahun masa paceklik. Untuk
itu ummat selama tujuh tahun harus menyerahkan hartanya kepada Imam NII,
sebagai persiapan untuk masa paceklik setelah tujuh tahun kemudian. Dengan
tanpa ada ketetapan sejak kapan dimulainya. Dan tidak pula ada yang
mempertanyakannya.
2. Sejarah kisah Ashabul Kahfi akan terulang, suatu saat nanti.
3. Seluruh dana yang berhasil dikumpulkan akan dikelola melalui ma’had Al
Zaytun.
4. Ma’had Al Zaytun, yang sudah berdiri tegak di berbagai daerah adalah bentuk
dan wujud konkret amal usaha NII dalam merintis tegaknya Madinah dan Daulah NII.

Pada dasarnya kesesatan yang dibawa Abu Toto pimpinan Al-Zaytun, secara
sederhana dapat digolongkan ke dalam dua golongan. Pertama, untuk urusan shalat
atau puasa, dinyatakan belum wajib dijalankan karena negara Islam belum berdiri
(masih dalam perjuangan). Sedangkan untuk urusan berbau duit, seperti zakat,
infaq, shadaqoh, nilainya digelembungkan. Bila zakat fithrah yang umum berlaku
adalah sekitar Rp 10.000,- (bila dikonversi dalam bentuk uang), maka menurut
aturan Abu Toto, jumlah itu bisa mencapai Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah)
bahkan bisa mencapai Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah). Dan itu
semua tidak disampaikan kepada fakir-miskin, melainkan untuk dana pembangunan
Al-Zaytun.

Fenomena Islam Sesat Al-Zaytun ini sudah lama menarik perhatian LPPI. Sampai
saat ini LPPI terus melakukan investigasi dan pengumpulan berbagai data tentang
kesesatan mereka. Termasuk data otentik tentang Abu Toto alias Syekh Al Ma'had
AS Panji Gumilang. Apalagi mengingat masih banyak anggota masyarakat yang tidak
kenal wujud asli Abu Toto dan pesantren Al-Zaytunnya.

Bahkan bila memungkinkan LPPI akan menggandeng lembaga terkait, sebisa mungkin
akan melakukan advokasi terhadap para korban Abu Toto yang telah dirugikan
secara materi. Harta milik ummat telah dirampas melalui Qoror-qoror seperti
program Qiradl, Zakat Fithrah yang nilainya digelembungkan, Infaq dan Shadaqah,
Qurban dan Tartib.

Tidak hanya seorang Dewi Sandra yang tidak paham, bahkan juga tokoh nasional
seperti Adi Sasono yang kini menjabat sebagai Ketua Umum ICMI (Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia). Tentunya merupakan suatu ironi bila seorang Ketua
Umum ICMI tidak bisa membedakan antara ayam dengan musang berbulu ayam.

Nampaknya ketidaktahuan Adi Sasono diwarisi dari Ketua Umum ICMI sebelumnya,
Prof. B.J. Habibie, yang saking awamnya dengan 'dunia pergerakan' Islam secara
sukarela meresmikan Al-Zaytun yang bagi kalangan Islam 'pergerakan' merupakan
landmark keberhasilan aliran sesat memperdaya elite politik nasional.

Semasa Orde Baru, Rudini selaku Menteri Dalam Negeri dan elite Golkar, pernah
mengadopsi LEMKARI (Lembaga Karyawan Islam) ke dalam Golkar. Ia tidak tahu,
bahwa sesungguhnya Lemkari adalah nama baru dari Islam Jama'ah yang sudah
dinyatakan sesat dan dilarang oleh Kejaksaan Agung. Kini, Lemkari mengubah
namanya menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), dan bertebaran di
berbagai pelosok Indonesia.

--