Senin, Januari 10, 2005

Majalah Sabili, Bakin & Ma'had Al Zaytun

Sabili, Bakin & Ma'had Al Zaytun
Oleh Taufiq Hidayat
Sumber: Majalah Darul Islam, April-Mei 2001, hal. 55-56

Sekitar pertengahan Desember 1999 lalu, saya bersama tiga rekan, Imam (Sabili)
berkunjung ke Ma'had Al Zaytun, Indramayu, Jawa Barat. Khusus untuk Imam
walaupun dia fotografer SABILI, tapi kami mengajaknya dalam kapasitas pertemanan
dan tukang foto. Begitu pula Eman, dia sama sekali tidak ditugaskan oleh Sabili.

Saat itu kami bertemu langsung dengan Syekh AS Panji Gumilang. Kedatangan kami
harus melalui prosedur dan penjagaan yang cukup ketat. Tiga rekan saya ternyata
tidak mengetahui tentang maksud dan tujuan berkunjung ke Ma'had Al Zaytun,
sehingga untuk beberapa saat sama sekali tidak menimbulkan kecurigaan pihak
Ma'had Al Zaytun, terutama Panji Gumilang sendiri. Mungkin hari itu adalah hari
terakhir Panji Gumilang menerima wartawan ataupun sejenisnya dalam suasana
keterbukaan, karena setelah itu sangat sulit bagi media massa untuk mewawancarai
langsung Panji Gumilang, kecuali MAJALAH SABILI, mungkin karena Panji Gumilang
beranggapan, "Ah, kayak Sabili tidak tahu kami saja."

Dalam pertemuan dengan Syekh AS Panji Gumilang beserta lengkap dengan aparat
elite Ma'had Al Zaytun di ruang Abu Bakar, saya mendapatkan kepuasan untuk
menanyakan apa saja soal Ma'had Al Zaytun dan siapa di baliknya. Sedangkan Eman
dari Sabili cuma bertanya sekitar Ghawzul Fikri saja. Ketidak-tahuan ketiga
rekan saya inilah yang memungkinkan saya leluasa menanyakan hal-hal yang sangat
sensitif sekitar isu Abu Toto, NII KW IX dan rekrutmen pendanaan Al Zaytun. Saya
berusaha mengorek dan mengejar keterangan tentang kebenaran isu tersebut
langsung kepada Panji Gumilang, yang pada akhirnya dengan nada berat, kesal dan
penuh curiga Panji Gumilang berkata, "Sudahlah itu kan masa lalu, yang
terpenting kita bisa berbuat untuk masa depan."

Artinya, bahwa pertanyaan saya berkisar tentang berita keterkaitan Syekh AS
Panji Gumilang dengan Abu Toto dan NII KW IX sebagaimana ditulis Al Chaidar,
diakui secara jujur oleh Panji Gumilang.

Memang, tidak banyak keterangan yang dapat diambil dari pertemuan tersebut,
namun pengakuan Panji Gumilang saya anggap cukup sebagai sebuah data dan fakta
yang sangat berharga. Data yang sangat berharga selain pengakuan Panji Gumilang,
adalah hasil bidikan Imam yang jumlahnya hampir 2 roll penuh. Namun data
tersebut sengaja dilenyapkan oleh oknum-oknum di Sabili.

Ketika hampir berbulan-bulan kami mintakan hasil jepretan Imam, dia selalu
menghindar sambil berbohong. Ketika suatu saat di akhir tahun 2000 saya berhasil
mengontak dia via telfon ia hanya menjawab, "Taufik, saya akan ganti seluruh
biaya operasional ke Al Zaytun saat itu." Ketika didesak oleh sahabat saya,
akhirnya Imam mau ngomong apa adanya, "Saya tidak bisa menyerahkan foto itu.
Saya diancam mau dimatiin oleh Panji Gumilang. Sebab ketika Eman Maret 2000 lalu
ke Al Zaytun dan mewawancarai Panji Gumilang, Eman mendapat titipan ancaman buat
Imam agar foto itu jangan dimacam-macamin, urusannya bisa saya matiin, kata
Panji Gumilang ditirukan Eman."

Seluruh keterangan Imam tentang ancaman Panji Gumilang, ternyata tidak
disampaikan langsung oleh Eman kepada Imam. Ternyata Zaenal Mutaqin, Pemred
Sabili yang menceritakan adanya ancaman Panji Gumilang kepada Imam dengan
mencatut nama Eman. Terbukti ketika saya dan Fitri menanyakan langsung ke Eman
tentang kebenaran berita tersebut, Eman malah tertawa dan menganggap berita itu
cuma karangan Zaenal Muttaqin saja.

Ketika ditanyakan tentang keberadaan foto tersebut, Imam menjawab, "Disimpan
oleh Bang Zaenal." Namun Zaenal Muttaqin sendiri malah bilang, "Imam yang
simpan, karena itu hak privacy Imam." Akhirnya kami menyimpulkan, bahwa diantara
mereka penuh dengan kedustaan.

Bagi kami tim peneliti tentang Ma'had Al Zaytun, sangat memerlukan data tersebut
karena dalam foto tersebut terdapat gambar lengkap orang-orang yang menjadi
aparat Panji Gumilang dengan Ma'had Al Zaytunnya, dimana kami beranggapan dapat
mengidentifikasi orang-orang tersebut. Bahkan kami sempat berfoto bersama dengan
sebuah mobil milik Syekh Panji Gumilang yang hanya bisa dimiliki elite militer
TNI yang saat itu digunakan untuk berkeliling sekitar Al Zaytun atas perintah
langsung Panji Gumilang.

Apalagi tanda tanya besar saya ada pengakuan dari Al Chaidar tentang
pertamuannya dengan ZA Maulani, Kabakin saat itu. Beberapa bulan sebelum buku
karya Al Chaidar tentang Abu Toto dan Ma'had Al Zaytun akan terbit, Al Chaidar
diajak oleh Zaenal Muttaqin, Pemred Sabili ke Sate Pancoran. Ternyata di sana
sudah ditunggu oleh ZA Maulani yang sengaja datang untuk meminta Al Chaidar agar
tidak menerbitkan buku tentang Al Zaytun.

Negosiasi berlangsung, dan akhirnya buntu karena ZA Maulani menolak bargaining
tertentu dari Al Chaidar. Zaenal Muttaqin sendiri saya yakin takkan mengakui
kesaksian Al Chaidar ini. Namun pertanyaan saya kembali kepada raibnya file foto
milik kami? Kedekatan Zaenal Mutaqin dengan ZA Maulani? Dan siapa yang
memberikan perintah kepada Kabakin untuk melarang Al Chaidar menerbitkan bukunya
ataukah orang semacam Panji Gumilang bisa mmeberikan perintah kepada seorang
Kabakin?

Investigasi kami terus berlanjut sampai ke Pondok Modern Gontor. Saya saat itu
berhasil menemukan data dari buku induk Santri sekitar tahun 1960-1961 yang
terdapat file nama santri Abdul Salam bin Rasyidi lengkap dengan tanggal lahir
dan biodata penting. Data tersebut diduga kuat sebagai nama asli Syekh AS Panji
Gumilang, artinya inisial AS adalah Abdul Salam yang lahir di desa Sembung
Anyar, kecamatan Dukun, Gresik, Jawa Timur.

Saya memutuskan untuk mencari keberadaan alamat tersebut, dan alhamdulillah
dengan begitu mudahnya tanpa halangan apapun saya menemukan rumah Abdul Salam,
di jalan Imam Rasyidi, nama ayahnya sendiri. Di sana saya bertemu adik
kandungnya Abdul Waahib Rasyidi yang menjadi Kepala Desa Sembung Anyar (nomor
telfon ada di saya). Saya pun berkesempatan bertemu dengan keponakan Abdul
Salam, sempat pula mengambil foto Ibunda Abdul Salam bin Imam Rasyidi beserta
keluarga.

--