Sabtu, Januari 08, 2005

Umar Abduh Insyaf

Ass.

Menanggapi berita-berita negatif mengenai Ma’had Al-Zaytun, menarik perhatian saya untuk sekedar urun rembug (unjuk bicara). Dari pengalaman saya berdialog dengan komunitas Ma’had Al-Zaytun di Indramayu serta anggota KW9 baik via telephone, email, maupun copy darat. Maka ada beberapa hal yang ingin saya garis bawahi berkenaan dengan beredarnya buku tulisan Umar Abduh. Saya sendiri meragukan kebenaran buku tersebut.

Semenjak diresmikan th. 1999 lalu oleh Presiden BJ. Habibie tercatat saya sudah berkunjung 6 kali ke Ma’had Al-Zaytun. Ini karena keponakan saya (anaknya kakak saya) adalah salah seorang Santri angkatan pertama. Awalnya saya sendiri sempat meragukan Ma’had Al-Zaytun karena buku tulisan Al-Chaidar, tapi kakak saya bersikeras untuk melanjutkan rencananya memasukkan anaknya ke Ma’had Al-Zaytun. Dari sini saya akhirnya coba bertabayyun ke berbagai pihak. Hasilnya saya mendukung sepenuhnya rencana kakak saya.

Kembali kepada buku tulisan Umar Abduh, ada beberapa kebohongan pada buku tersebut yang jelas-jelas disengaja dan dibesar-besarkan untuk menyebarkan image dan opini buruk mengenai Ma’had Al-Zaytun kepada masyarakat sebagai berikut:

Data santri angkatan I yang semula sejumlah 1.496 berkurang menjadi sekitar sekitar 1.050 (berkurang 30%) adalah tidak benar, dan hanya berdasar pada dugaan semata-mata dengan melihat bukti jumlah buku raport saja, tanpa ada cross check yang dapat mendukung kebenaran data tersebut. Silakan berbagai pihak untuk Cross Check ke Ma’had Al-Zaytun langsung. Keponakan saya sendiri (Saksi mata) mengatakan itu tidak benar
sebesar itu. Dalam buku tersebut juga diceritakan ada seorang wali santri (Ibu-ibu) yang menjenguk anaknya saat Idul Adha lalu, dipersulit dan setelah bertemu, anaknya
kelihatan murung akibat permintaan dana (uang) selalu dipertanyakan oleh ibunya. Dan juga ditulis tak ada acara penyembelihan qurban. Ini sangat menyesatkan sekali.

Mengenai pelaksanaan Qurban ini sudah terjawab pada Majalah Al-Zaytun Edisi 13 lengkap dengan reportasenya dan bukti autentik berupa foto. Saya sendiri kebetulan juga hadir Shalat Ied di sana dan menyaksikan pelaksanaan penyembelihan Qurban. Bahkan seperti tahun-tahun sebelumnya acara penyembelihan Qurban selalu melibatkan Santri dari proses awal memandikan hewan, menyembelih sampai dengan tahap pembagian daging Qurban. Ma’had Al-Zaytun juga banyak menerima sumbangan hewan Qurban dari berbagai pihak baik atas nama lembaga atau pribadi-pribadi (keluarga).

Khusus mengenai dana/uang sama sekali tidak benar Ma’had Al-Zaytun menginstruksikan langsung kepada santri mengenai tekanan pembayaran Harakat Qurban, Harakat Ramadhan, dan pungutan-pungutan lainnya. Kalaupun ada pungutan atau iuran pastilah dibicarakan
dan dimusyawarahkan dengan wali santri, jadi tidak langsung meminta kepada santri. Jadi kalau santri membayar lebih dari rata-rata adalah karena semata-mata keikhlasan dan dengan kesadaran sendiri. Uangnya biasanya dibayarkan dengan uang hasil tabungan
sendiri, tidak meminta kepada orang tua. Begitu kira-kira yang dapat saya tangkap menurut penuturan keponakan saya.

Memang ada (dibuat) kesan seolah-olah LPPI menerima keluhan/pengaduan dari Wali Santri, itu hanya beberapa oknum Wali Santri yang kelewat Over Acting dan terprovokasi oleh LPPI. Tapi secara umum tak banyak yang terprovokasi, hanya beberapa gelintir saja oknum wali santri atau calon wali santri.

Khusus mengenai pembahasan penyimpangan Zakat Fitrah dan Qurban yang diselewengkan oleh Ma’had Al-Zaytun menjadi Harakat Ramadhan dan Harakat Qurban yang ditulis di buku tersebut dan juga dipublikasikan di Media Dakwah setelah saya bertabayyun saya bahkan mendukung usaha (Ijtihad) tersebut. Itu adalah gebrakan baru dan langkah berani. Memang terjadi Pro dan Kontra, dan saya rasa itu wajar adanya.
mengenai penggunaan dana Harakat Ramadhan yang sebagaimana diberitakan digunakan untuk membangun pesantren mewah dan menafikkan kaum fakir miskin juga tidak benar. Sebagaimana buku Al-Chaidar di situ secara rinci menulis mengenai sumber-sumber dana dan penggunaannya, dan yang bisa saya tangkap dari berbagai dialog dengan komunitas KW9 penggunaan dana Harakat Ramadhan adalah untuk program pengentasan kemiskinan walau sebatas untuk kesejahteraan kelompok mereka, dan saya kira itu wajar saja, dari/oleh/dan untuk mereka sendiri.

Jadi bandingkan dengan ritual kita selama ini yang cuma membayar sekitar 10-20 ribu perak/tahun atau beras 2.5 kg kemudian dibagi kepada fakir miskin menjelang Idul Fitri, selesai. Kemudian setelah Idul Fitri ya tak berlanjut, begitu seterusnya ritual tahunan kita. Terus terang Ma’had Al-Zaytun mengambil langkah berani dengan mempraktekkan dalam program nyata.

Dalam hal Infaq yang menurut Al-Chaidar dan Umar Abduh (katanya) diluar batas kemampuan. Justru saya sangat mendukung usaha tersebut, namun tentu saja dengan
keihlasan hati (itu yang susah). Bandingkan dengan mayoritas kaum muslimin atau dalam lingkup kecil member milis Sabili ini, saya yakin mayoritas member milis ini adalah (katanya intelektual) muslim dengan penghasilan rata-rata di atas 1 juta rupiah per
bulannya. Coba introspeksi berapa prosen yang dinafkahkan ke jalan Allah per bulannya, 2.5 % ? atau 25 ribu perak ? perbulannya ? sungguh tidak sebanding sekali, bahkan saya yakin kebanyakan tak sebesar itu per bulannya. Paling-paling saat shalat Jum’at memasukkan 1.000 atau paling banter 5 ribu perak ke kotak amal. Sungguh ini perlu menjadi bahan renungan bagi kita semua betapa memprihatinkan semangat berkorban Ummat Islam khususnya kalangan Intelektual mudanya. Kalau begitu kapan majunya ? Sampai kapan ummat Islam Bangsa Indonesia akan dapat menyelesaikan segala permasalahan krisis multidimensionalnya ? Masalah Aceh, Ambon, Poso, Sampit, Penegakan Syariah Islam, Kristenisasi, dan sebagainya.

Kalau urusan bicara, debat, diskusi, pengkajian, pengajian, seminar, bikin makalah, buku mengenai Islam, kaum Intelektual Muda Islam (baca member milis Sabili) memang paling JAGO. Tapi kalau tiba giliran praktek, maka akan mundur teratur satu persatu. Coba saja dalam setiap acara seminar, pengajian, atau lainnya disodorkan kotak amal maka akan terdengar “KLOTHAK” bunyi “CEPE’AN” jatuh atau paling gedhe “GOCENG”, umumnya cuma angkat dan memindahkan ke sebelahnya, alias tak nyumbang apa-apa. Dalam hal pengorbanan amwal (harta) saja sudah pelit apalagi anfus (jiwa) ? Setiap hari di milis bicara Jihad tapi siapa berani ke Ambon ? Poso ? Kalau ada acara Tabligh Laskar Jihad jarang datang, datangpun belum tentu maunyumbang, apalagi mau ikutan Jihad.

Itulah “TYPICAL KHAS” member Milis Sabili yang bisanya cuma “NATO” alias “OMDO”. Apa hanya cuma bisa menyalahkan orang lain saja ? Dalam hal penggalian dana mungkin metode yang dipakai Ma’had Al-Zaytun perlu dijadikan contoh, tentu saja yang baik-baik saja. Bandingkan misalnya dengan sebagian ummat Islam yang mencari dana untuk pembangunan masjid atau pesantren dengan cara meminta-minta dipinggir jalan atau di jalan-jalan dengan cara masuk ke dalam bis kota atau KRL. Atau juga banyak terlihat anggota Laskar Jihad yang mencari dana di jalan-jalan. Jadi dana, sekali dana yang menjadi sumber semua gerakan. Itulah makanya elit-elit kita selalu berebut kekuasaan tentu saja alasan untuk mengeruk dana sebesar-besarnya sebagai modal untuk
memenangkan Pemilu. Karena tanpa dana yang cukup (besar) mustahil bisa menang. Para elit politik paham betul akan kekuatan dana sebagai sumber kekuatan segala-galanya. Uni Soviet runtuh karena kekurangan dana, apalagi negara kita yang sedang sekarat dililit hutang.

Dan sekali lagi janganlah kita melihat Ma’had Al-Zaytun dari segi fisik bangunannya saja, akan tetapi dari ikhtiarnya, dan infrastruktur pendukungnya seperti tim SDM Engineer Civil, Mechanical, Electrical, Pertanian, Kehutanan, Peternakan, Perikanan, Industri dan sebagainya yang kelak akan menjadi raksasa ekonomi di masa mendatang. Apalagi dukungan moril dan material berbagai lembaga Nasional seperti ICMI, Muhammadiyah, dan lembaga-lembaga Luar Negeri. Bahkan dijajaki untuk penggunaan mata uang emas (Dinar) dalam transaksi apapun antar sesama negara-negara muslim yang diperkenalkan oleh Seorang Muslim asal Spanyol yang giat berkampanye ke seluruh
negara-negara Muslim seperti Malaysia. Kedatangannya ke Ma’had Al-Zaytun diperkenalkan oleh Adi Sasono Ketua Umum ICMI. Menanggapi hal ini Ma’had Al-Zaytun
bahkan selangkah lebih maju telah menerapkannya sejak th 1995 lalu dengan program Qiradl-nya yang dianggap kontroversial oleh Al-Chaidar itu (tapi sukses).

Jadi kalau boleh saya katakan prestasi Al-Chaidar dan Umar Abduh ya sekedar tulis-menulis saja, tapi Ma’had Al-Zaytun tak berpengaruh bahkan terus berkembang dan
semakin eksis. Bahkan Al-Chaidar sebagaimana ditulis oleh Umar Abduh seperti kehilangan identitas NII-nya. Dan kelihatan sekali Al-Chaidar seperti orang bingung,
lepas dari komunitas KW9 pindah-pindah dari satu faksi ke satu faksi lain. Dan LPPI sendiri prestasinya ya sampai di situ saja sampai di buku saja, seperti menulis “Bahaya Islam Sesat Al-Zaytun”, “Bahaya LDII”, “Bahaya Ahmadiyah”, “Bahaya Shiah”, dan sebagainya.

Apakah dengan buku tersebut bisa mempengaruhi Jamaah LDII, Ahmadiyah, Shiah ? Kalaupun ada saya kira tak banyak. Dan apakah bisa mencegah orang untuk masuk
menjadi jamaah-jamaah tersebut ? Saya rasa juga tidak banyak berarti, karena belum ada penelitian yang cukup shahih untuk membuktikan itu semua. Karena butuh banyak sekali parameter yang harus diukur dan diteliti, dan siapa mau meneliti ? Karena pangsa pasar sebuah buku tak banyak, jadi masih lebih banyak masyarakat kita yang tak baca koran, majalah, apalagi buku yang menjadi sasaran utama jamaah LDII, NII KW9,
Shiah, atau Ahmadiyah. Itulah sebenarnya yang seharusnya menjadi perhatian bersama lembaga-lembaga dakwah yang berkompeten tanpa harus saling menyalahkan atau menjelekkan.

Kalau dilihat data statistik terbitnya buku-buku yang mendiskreditkan Ma’had Al-Zaytun tak berpengaruh banyak, bahkan Ma’had Al-Zaytun patut berterima kasih
dalam hal ini karena merupakan iklan gratis yang mendorong orang yang penasaran untuk berkunjung ke sana, jadi korelasinya akan menambah jumlah Sadaqah. Dan dari jumlah santri juga ada peningkatan yang cukup banyak, dari Angkatan I yang berjumlah 1.496 meningkat menjadi sekitar 1.800 pada Angkatan II, dan Angkatan III (Juli th. 2001) meningkat lagi menjadi sekitar 2.000 lebih. Itu artinya Ma’had Al-Zaytun semakin
eksis, disaat sekolah-sekolah lain banyak ditutup akibat kekurangan murid. Ma’had Al-Zaytun juga sudah menunjukkan hasil jerih payah pembinaan akhlaq kepada santri , contoh kecil saja setiap salaman dengan orang yang lebih tua siapapun orangnya akan selalu disertai dengan cium tangan, sungguh terharu saya mendapat sanjungan seperti itu ketika salaman dengan santri. Bandingkan misalnya dengan generasi ABG sekarang
apalagi di Jakarta, kalaupun ada jumlahnya sedikit sekali. Juga cara berakhlaq dengan masyarakat sekitar rumah, menghadapi masalah khilafiyah seperti doa qunut, tarawih 11 dan 23 rakaat, adzan 1 dan 2 kali, santri diajarkan untuk selalu bertoleransi dan
mengikuti saja sesuai dengan masjid di lingkungan tempat tinggal masing-masing.
Berita-berita mengenai penyiksaan santri sebagaimana ditulis dalam buku tersebut, juga santri yang kabur ke hutan adalah tidak benar dan terlalu dibesar-besarkan
sekali. Pelaksanaan Shalat, dan berbagai ritual lainnya yang dinilai menyimpang juga tidak benar.

Dalam hal ini Syaikh Al-Ma’had AS. Panji Gumilang menantang berbagai pihak seperti LSM, Pers, atau lainnya untuk melakukan penelitian dan investigasi langsung di Ma’had Al-Zaytun sampai berapapun lamanya, Pihak Ma’had Al-Zaytun akan menyediakan akomodasi
(makan dan tempat tinggal) secara cuma-cuma. Umar Abduh dan LPPI-nya juga menunjukkan sikap kekanak-kanakan sekali dengan menyerukan kepada semua pihak terkait MUI, Depag, TNI/Polri, Tokoh-tokoh masyarakat, bahkan menyerukan kepada Lembaga-lembaga International seperti OKI dan Rabithah Alam Islamiuntuk memboikot Ma’had Al-Zaytun. Persis seperti anak kecil yang merengek-rengek karena hasad dan iri dengki melihat temannya mendapatkan berkah dan kesenangan yang tak mampu dia dapatkan. Juga yang mutaakhir dengan menyebarkan berita melalui berbagai milis bahkan dengan selebaran-selebaran kepada masyarakat umum di masjid-masjid adalah ciri-ciri sifat
kekanak-kanakan. Saya yakin itu tak akan banyak berarti, karena masih lebih banyak masyarakat yang tak baca buku, koran, lihat TV, atau mengamati masalah beginian, dan juga nasih lebih banyak masyarakat kita yang tak pergi ke masjid dan inilah yang menjadi pangsa pasar terbesar Ma’had Al-Zaytun dan komunitasnya. Inilah tantangan sebenarnya bagi LPPI untuk merumuskan, meneliti, dan mengkaji (sesuai dengan namanya) metode dan tata cara berdakwah yang benar agar dapat menarik perhatian masyarakat untuk ber-Islam yang benar dan dekat dengan masjid, bukan dengan cara-cara menyebarkan berita-berita provokatif dan menjelek-jelekkan pihak lain.

Di buku tersebut juga digambarkan bahwa pohon jati emas telah mulai menguning dan memudar, juga pohon kurma, buah tin, dan sebagainya. Dan juga menulis bahwa Masjid Rahmatan Lil’alamin yang dibangga-banggakan itu hanyalah sebuah tanah lapang yang seluas kurang lebih 3 Ha saja yang nampak tak terurus. Sungguh suatu pernyataan yang tendensius yang menciptakan kesan bahwa (seolah-olah) terjadi kemunduran dan kemerosotan di berbagai hal. Padahal kenyataannya tidaklah demikian. Hutan jati emas dan tanaman langka lainnya sedang giat dikembangkan untuk di tanam di luar Jawa. Juga Masjid Rahmatan Lil’alamin pembangunannya telah mencapai 1/3 waktu karena 1 Muharram 1422 H lalu menginjak th ke-2 dari 3 tahun yang direncanakan yang pekerjaannya telah mencapai tahap pemasangan konstruksi bajanya, dan tahun ke-3 nanti tahap finishing. Kalau boleh saya umpamakan saat ini Majapahit (RI) sedang diambang Perang Paregreg
(kehancuran) dan Demak (NII) tengah giat membangun Masjid, dan saat Masjid selesai maka selesailah juga riwayat RI. Hal ini sebagaimana disampaikan Syaikh AS.

Panji Gumilang kepada Media Indonesia bahwa beliau akan membuka semuanya mengenai Ma’had Al-Zaytun dan dirinya saat peresmian Masjid Rahmatan Lil’alamin nanti 1 Muharram 1424 H, kita tunggu dan lihat saja. Dan yang terakhir LPPI terkena batunya oleh kelakuan salah satu personilnya yaitu Taufik Hidayat (TH) yang membesar-besarkan berita penyitaan (bahkan diberitakan sudah dimusnahkan) negatif film foto-foto di Ma’had Al-Zaytun oleh kru Sabili melalui pemberitaan di Majalah Darul Islam dan bahkan mengkait-kaitkan Sabili dan Ma’had Al-Zaytun dengan pihak intelejen segala.
Hal ini telah dibantah sendiri oleh pihak Sabili dan mengatakan TH telah membohongi Sabili dengan mengaku sebagai team dari MBM Gamma. Kalau selama ini LPPI salalu menuduh oknum-oknum KW9 selalu menghalalkan segala cara, maka LPPI pun tak ada bedanya dengan KW9 dalam memperoleh sesuatu dengan menghalalkan segala cara. Kalau LPPI bilang ada salah seorang oknum mantan KW9 yang siap memisahkan kepala dan badan Syaikh AS. Panji Gumilang (masya Allah), maka dari pihak Ma’had Al-Zaytun pun mengatakan bahwa ada beberapa orang dari masyarakat umum yang mengatakan bahwa Umar Abduh dan kroni-kroninya sebagai pihak-pihak yang musti di-“matikan”. Ini masyarakat yang bicara bukan dari intern Ma’had Al-Zaytun. Kalau di awal-awal berdirinya kru Ma’had Al-Zaytun yang tergabung dalam wadah YPI di seluruh Indonesia bekerja keras untuk memperkenalkan dan mensosialisasikan program-program Ma’had Al-Zaytun, maka sekarang sudah memetik buahnya. Jadi sekarang bukan lagi orang-orang Ma’had Al-Zaytun yang menjadi pagar, akan tetapi sudah masyarakat umum yang menjadi pagar. Jadi terlalu naif dan konyol sekali bila ada pihak-pihak yang mencoba untuk menanamkan
image jelek mengenai Ma’had Al-Zaytun kepada masyarakat. Dan hendaknya hal ini lebih menjadi perhatian pihak-pihak yang selama ini berseberangan dengan Ma’had Al-Zaytun untuk menyadari bahwa tidak ada gunanya untuk terus hasad dan dengki terhadap
kesuksesan pihak lain, kita jangan terlalu menyoroti kelemahan dan sisi negatif pihak lain. Dan dalam mensikapi semua hal hendaklah kita selalu bertabayyun tanpa dihinggapi sikap appriori. Dan kepada Umar Abduh dan LPPI saya berharap untuk bertabayyun langsung dengan bersilaturahiim dengan Syaikh AS Panji Gumilang
agar segala permasalahan menjadi jelas. Dan saya yakin itu lebih terhormat daripada meneliti secara ngumpet-ngumpet, dan hasilnya pun hanya berupa dugaan-dugaan semata-mata, tapi siapa berani ?

Wass.


Raden Fatah-nya NII AL Zaytun :)
*.
Panji Gumilang kepada Media Indonesia bahwa beliau akan membuka semuanya mengenai Ma’had Al-Zaytun dan dirinya saat peresmian Masjid Rahmatan Lil’alamin nanti 1 Muharram 1424 H, kita tunggu dan lihat saja .