Senin, Juni 20, 2005

GATOT SUBROTO NII AL ZAYTUN

From : GATOT SUBROTO (GAgal TOTal SiapUn yang nge-BRantas Orangnya abu Toto)

Kepada Umar Abduh,
Untuk sekali ini, saya memandang seobyektif mungkin, terlepas dari perbedaan keyakinan saya dengan Umar Abduh.

Tidak lelah-lelahnya saya berusaha mengingatkan, dan saya punya pertanyaan yang tidak perlu dijawab lisan tapi cukup dibuktikan. Kamu menulis buku atau bikin novel? (maaf kalau sedikit kasar), Jika saya jadi kamu sesegera mungkin akan saya revisi buku kamu itu. Mudah-mudahan saya salah mengkritik, dan anda yang benar, Waulahualam.

Pertama, pada bagian Pendahuluan, itu biasanya disebut sebagai bagian Kata Pengantar dari Penulis. Jika Pendahuluan itu biasanya berisi tentang garis besar tentang seluruh isi buku, biasanya juga berisi tentang landasan teoritis (ada sebagian penulis yang membuat bab khusus tentang landasan teoritis ini, tapi tidak mutlak) tentang tesis yang akan disampaikan. Sedangkan tulisan kamu dengan judul Pendahuluan itu, lebih baik sebagian dimasukkan dalam kata pengantar. Isinya tentang latar belakang kenapa penulis menyusun buku ini, siapa yang membantu dan kapan penelitian berlangsung.

Baru pada bagian Pendahuluan dipecah dalam beberapa sub-bab, Misalkan judul buku kamu, Alzaitun Sesat. Biasanya orang pertama sekali harus mencari acuan dari berbagai landasan teori-teori tentang kesesatan, apa yang disebut sesat menurut pemikir/pakar sebelumnya. Bisa kita sebut misalnya dengan mengacu empat mazhab terbesar setelah periode Rasululllah atau mengacu pandangan para sahabat, lalu bagaimana pandangan-pandangan ahli dari berbagai mazhab atau aliran tentang Arti kesesatan. Dengan demikian definisi sesat menurut berbagai pandangan orang-orang yang terpercaya itu, baru kamu bisa membangun suatu hipotesis judul buku kamu.

Jadi orang yang membaca buku kamu itu bisa dengan jelas membedakan mana definisi umum tentang kesesatan dan mana yang menjadi opini kamu. Jadi jangan mentang-mentang reformasi, kamu jadi bebas menyampaikan opini kamu di depan umum tanpa latar belakang konsep yang jelas. Untung masyarakat akademik Indonesia masih belum begitu kritis (atau masih mempertimbangkan aspek kesopanan) menilai suatu jenis tesis yang dituangkan dalam sebuah bentuk buku. Untungnya juga, institusi yang kamu tuding itu (al-zaytun) tidak menanggapi, karena kalau menurut UU Pidana kamu sudah masuk dalam pasal pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan (Ini salah satu pasal karet dalam UU RI).

Kemudian mengenai metodologi dan metoda penelitian yang kamu lakukan, juga harus dijelaskan karena buku kamu (mungkin sudah masuk dalam katalog ISBN dan ISSN) tidak bisa dikategorikan sebagai buku kumpulan tulisan, biografi, kliping dan sebagainya. Kamu tentu masih ingat kasus Arsuwendo Atmowiloto sampai dipenjara karena bikin pooling pendapat. Waktu itu kesalahan Arswendo secara motodoligis sangat rancu, karena dia tidak mengklasifikasikan tokoh-tokoh yang dianggap populer. Disini point saya adalah kesalahan metodologi, seandainya dia teliti maka dia tidak akan mengklasifikasikan Nabi Muhammad SAW bersama dengan tokoh dunia lainnya bersama dengan Soeharto. Selain itu metoda survei pembaca tabloitnya pun yang dilakukan Arswendo waktu itu sangat tidak umum menurut kaidah akademik. Sekarang ini beberapa koran dan majalah nasional bahkan harus menggunakan jasa konsultan survey untuk menyusun polling pendapat.

Untung buku kamu tidak ditarik dari predaran, kalau sampai terjadi kan malu-maluin. Jangan sampai di koran terdapat berita Buku Umar Abduh Alzaitun Sesat dilarang beredar karena tidak sesuai kaidah akademik umum, dan bukan karena alasan politis (kan jadi lucu kedengarannya). Apalagi buku kamu banyak berisi tentang penelitian
empirik seseorang, itu juga ada metodanya tersendiri.

Itulah kenapa LITBANG DEPAG perlu waktu lama mengkajinya, karena walau kita abaikan soal politis, keputusan DEPAG dan MUI juga harus memiliki standar definisi yang jelas dan akurat. MUI untuk memberikan sertifikat halal dan haram saja harus memiliki Laboratorium sendiri, karena mereka tidak mau lembaganya menjadi tidak berwibawa gara-gara mengambil keputusan yang salah hanya karena berdasar opini umum yang baru berkembang di masyarakat. Hal ini juga belum termasuk pembiayaan kajian, yakni untuk membayar tenaga peneliti dan ulama-ulamanya.

Selain itu buku kamu juga tidak jelas dan transparan menggali suatu persoalan, yang mana persoalan NII dan mana persoalan Alzaytun. Bukti-buktinya yang kamu ungkap lebih banyak bersifat kualitatif, sementara yang kamu ingin sampaikan adalah agar pembaca atau orang lain menilai tulisan kamu adalah bukti kuantitatif. Minimal kamu harus mengambil responden dari beberapa unsur, misalkan pelaku, korban, orang awam,
ahli, pemerintah, dengan standar-standar pertanyaan tertentu yang dapat mendukung landasan teori kamu. Apalagi kamu mau mengungkap masalah konspirasi? dan ini sebuah bentuk penelitian yang lebih advanced.

Di tingkat analisis persoalan, kamu semakin jauh melangkah, tiba-tiba muncul lagi masalah AT (ABU TOTO). Jadi akhirnya pembaca bingung, kamu mau nulis tentang AT, AZ atau NII? Kalau menurut kamu itu saling berkaitan, data empiriknya apa? Dengan demikian kamu bisa membangun tiga variabel persoalan sekaligus. Sementara tulisan dalam buku itu melulu berisi opini pribadi, selain juga cara hanya mengulas dari cara
pandang dan keyakinan sendiri.

Saya yang sudah cukup lama berada di lingkungan dunia akademik, dan bukan berarti teori-teori saya selalu benar. Ada beberapa penelitian saya tentang bidang tertentu juga pernah mendapat kecaman, tapi dari situ bukan berarti yang mengecam saya karena benci, justru kecaman itu berguna untuk memperbaiki teori saya yang memang ada kesalahan. Karena di bidang akademik, hasil penelitian tertentu berguna untuk
pengambilan keputusan yang bisa jadi menyangkut nasib banyak orang. Misalkan saya sedang merancang sebuah sistem pengendalian pengapian mesin jarak jauh (remote engine), jika saya salah perhitungan bisa menyebabkan kecelakaan fatal. Aspek ini harus dipertimbangkan dan kajiannya yang sangat rumit. Itulah yang saya sebut tanggung jawab moral, karena kita manusia dan bukan binatang.

Contoh lagi, CIA menyusun dokumen tentang konspirasi pembunuhan Megawati oleh Islam Fundamentalis, kemudian tim analis Presiden membaca buku Umar Abduh dan dikaitkan dengan latar belakang kamu. Kemudian direkomendasikan agar menangkap Umar Abduh, kan jadi konyol hasilnya. Bagaimana bisa seorang Umar Abduh yang memusuhi AT, kemudian tiba-tiba ingin membunuh Megawati. Kalau ada orang yang berpikir itu kan namanya ngawur, bagaimana logika berpikir dan motifnya.

Kesimpulannya, bongkar kembali isi buku kamu dan ikuti proses yang saya sarankan. Itu kalau kamu mau tulisannya dipercaya dan jadi rujukan semua orang, itu namanya ikhtiar bung Umar. Terakhir, siapkan uang untuk membiayai penelitian yang serius dan membayar tenaga ahli. Termasuk juga membayar jasa editor dan bayar PPN. Kalau butuh saran
dari saya sih, gratis dan bila perlu ongkos transport dan makan kamu saya yang bayar, insya Allah (pake uang halal).

Juga bayar tukang ketik yang handal, jangan salah ketik terus karena ada kesalahan fungsi otak kanan dan kiri yang tidak sinkron dengan tangan kanan dan tangan kiri. Misalnya, rencananya mau mengetik kata: ikatan, tapi yang diketik menjadi akitan. Biasanya orang yang mengetik dengan ciri-ciri itu, karena terjadi gagal fungsi otak kanan dan kiri karena ada urat syaraf yang putus. Pada salinan yang dikirim ke milis islam-sesat, banyak sekali saya temukan kesalahan ketik demikian.

GATOT SUBROTO (GAgal TOTal SiapUn yang nge-BRantas Orangnya abu Toto)
Wasalam, 1423H