Jumat, Maret 23, 2007

RIWAYAT BAHTIAR NII KW 9


Awalnya, pada akhir tahun 1994 M, saya selalu didekati kakak angkatan kuliah
saya. Saya sering bincang-bincang dengan dia karena waktu itu saya udah cukup
percaya dengannya, yang dulu juga kakak kelas saya waktu di SMA. Pertamanya dia
sering mengajak bicara tentang kondisi sosial, agama, dan politik pada masa itu.
Kemudian pembicaraan mulai intensif ke masalah agama.
Dia mulai menjelaskan agama sebagai suatu sistem, yang dikongkritkan dalam
bentuk negara. Dia menjelaskan dengan berbagai sumber ayat Al-Qur'an. Waktu saya
masih sangat kurang pemahaman tentang makna ayat-ayat, sehingga saya nggak
berani melakukan bantahan, atau tanya sedikitpun. Saya cuma mengiyakan, walau
dalam hati banyak keraguan. Lagi pula kekuatan mental saya waktu itu masih muda
atau ciut.
Tahap berikutnya saya mulai ditemukan temen kakak angkatan saya tersebut. Sang
teman menanyai tema-tema atau materi-materi yang sama seperti yang telah
disampaikan kakak angkatanku. Bahkan seperti menguji dengan ayat-ayat tentang
jihad, berkorban, atau perniagaan. Kemudian diakhiri dengan materi "hijrah".
Tahap berikutnya, saya diajak keluar kota Yogyakarta, yaitu ke kota Kebumen,
kecamatan Prembun. Di sana, diulang lagi materi-materi di atas kemudian
dijelaskan yang di maksud sistem Islam adalah .... NII/DI/TII. Walaupun dalam
hati masih ragu-ragu juga, karena sejak awal sepertinya saya dikondisikan untuk
tidak dapat mengelak atau mengatakan tidak. Akhirnya saya iyakan saja apa yang
mereka inginkan, yaitu agar saya hijrah dari RI ke NII. Nggak ada salahnya
kucoba, sambil cari pengalaman atau petualangan di dunia ektrim kanan... kataku
menghibur hati.
Beberapa hari setelah itu, saya dijelaskan waktu untuk hijrah. Yaitu di Kulon
Progo, tanggal 24 November 1994. Saya hijrah dengan sodaqoh Rp. 250.000,00. Saya
juga diberi nama baru, yaitu : Ja'far Rabbani. Menurut mereka saya resmi masuk
menjadi warga Negara Islam Indonesia, propinsi Jawa Bagian Selatan. Sayang
sekali saya lupa nama pimpinan-pimpinana yang menghijrahkan dan menyaksikan saya
hijrah waktu itu.
Setelah itu, saya masuk dalam dunia atau suasana baru dalam pribadi kehidupan
saya. Saya kaget karena, saya mulai difahamkan bahwa dalam masa perang antara
NII dengan RI, boleh tidak melakukan "sholat wajib". Sholatnya yaa diganti
dengan tilawah atau mencari anggota baru. Boleh melakukan fai' atau mencuri,
karena semua harta yang ada di dunia ini diperuntukkan bagi manusia yang sholeh,
yaitu warga NII. Boleh melakukan tipu muslihat, atau makar yang dapat melemahkan
sendi-sendi kehidupan sekitar. Karena nota bene itu adalah kehidupan RI,
jahiliyah mereka bilang. Saya juga disarankan untuk meninggalkan kuliah, dengan
alasan itu didikan jahiliyah. Alhamdulillah itu tidak saya lakukan, walaupun
senior-senior (mereka menyebut: bapak-bapak) banyak yang udah Drop Out dari
kampusnya masing-masing.
Saya juga diwajibkan untuk menyetor infak tiap bulan yang jumlahnya tidak boleh
sama atau kurang dari bulan yang lalu. Kalau ini terjadi mereka akan mengacam
dengan hadis... "barang siapa yang hari ini sama atau lebih jelek dari kemaren
... maka ...dst". Saya harus bagaimana lagi .... ????
Selain itu saya juga diwajibkan mencari kader-kader baru, dengan jalan mencari
kenalan, menemui teman-teman lama, untuk kemudian ditilawah dan ditaftis. Untuk
mempermudah pekerjaan ini saya digabungkan dengan anggota lain yang bernama :
Nur Hidayat.
Dalam setahun saya hidup, dalam suasana batin sabagai warga NII, saya
mendapatkan anak (kader) sebanyak tiga orang (1 cowok, 2 cewek). Saya renungi
kembali makna hidup saya di NII .... sepertinya saya ini jadi aneh yaa ...
Saya makin dijauhi temen-temen dekat saya, karena sebagian mereka ada yang
menolak saat saya tilawah, kemudian bilang pada teman yang lain, bahwa saya
telah "berubah". Nilai kuliah saya amburadul karena jarang kuliah.... kata
senior saya, "nggak apa-apa demi tugas negara". Hubungan saya dengan orang tua
kandung jadi "dingin" karena saya menganggap mereka kafir, tapi hidup saya
secara materi masih tergantung pada mereka berdua. Rasa percaya diriku juga
makin luntur, hidup rasanya penuh pesimistik, dan lain-lain.
Pernah saya terkejut saat diberi materi oleh senior saya tentang pernikahan.
Bahwa perjodohan yang telah ditentukan pimpinan harus dilaksanakan, apapun
rintangannya termasuk halangan dari orang tua kandung masing-masing. Yang
penting pimpinan udah menikahkan, kemudian dihamili, pasti ortu kandung mereka
nggak kuasa untuk menolak, Astagfirullah.
Bulan Oktober 1995 M, saya membaca artikel di Tempo, bahwa ada NII putih, ada
pula NII merah. Kata senior saya, bahwa NII saya emang yang merah tapi tetep
satu komando dengan yang dipusat (kata mereka pimpinan pusat dipegang Adah
Jaelani). Saya yang baru dengar nama Adah Jaelani, yaa nurut aja apa kata mereka
.....
Tapi makin lama, kegalauan, kegelisahan, dan kebingungan menyelimuti hidupku di
NII. Akhirnya aku mulai mencari-cari alasan bagaimana bisa keluar dari
kebingungan ini, kalau perlu keluar dari NII. Saya sampai bilang dalam hati;
lebih baik kafir dari pada hidup pesimis. Umat nabi dulu optimis, aku kok
pesimis ... apanya yang salah yaa : diriku sendiri atau NII ?
Puncaknya di bulan Desember 1995. Temen satu timku harus pulang ke Semarang
(orang tua) karena lulus kuliah, hubunganku dengan senior yang di Jogja juga
mulai nggak harmonis, temen-temen NII yang selevel dengan aku juga mulai banyak
yang keluar. Akhirnya pada tanggal 18 Desember 1995 kuputuskan keluar dari NII,
dengan bilang pada seniorku, yang bernama Abdan Syakuro lewat telpon bahwa saya
sudah keluar, tidak percaya lagi dengan apa yang ia katakan. Amin.
Aku juga bilang pada yunior-yuniorku apa yang telah kuputuskan. Anehnya kok
mereka juga ikut keluar sama sepertiku .... yang nggak beres itu aku sendiri,
yuniorku, seniorku, atau NII ?????
Setelah keluar, aku kucing-kucingan dengan senior-seniorku, karena mereka
mengancam akan membunuku, darah orang murtad itu halal kata mereka. Tapi kalau
pas ketemu kok mereka malah yang ngacir nggak karuan ... yang salah itu : aku,
RI, atau NII sih ????? Kalau NII benar, aku juga merasa sangat berdosa, karena
meninggalkan kebenaran, tapi kok begitu ???? aku nggak merasa menyesal
meninggalkan NII .... aneh sekali lagi.
Masa-masa berikutnya kuisi dengan pemulihan baik jasmani yang kurus kering
karena dulu kurang gizi (duit habis untuk infak / shodaqoh / tabungan / dll).
Juga rohani yang kehilangan rasa percaya diri. Kedua bidang itu berupa, menjalin
kembali persahabatan dengan temen-temen lama, rajin kuliah, bakti dengan orang
tua, dan lain sebagainya.
=====

Pelaku cerita tersebut dapat ditemui di www.bahtiar.web.id atau HP 08132 8484 289 sekarang tinggal di Tanah Abang Jakarta Pusat