Senin, November 29, 2004

LPPI vs AL ZAYTUN

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi Rabbil'alamin. Segala puji bagi Allat SWT yang telah mengutus Nabi Muhammad saw untuk memberikan petunjuk kepada segenap manusia tentang kebenaran Islam dan menjauhi aneka kesesatan. Tugas yang mulia dari Allah SWT itupun dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw dengan menanggung resiko yang amat berat. Bukan hanya agama Allah yang akan ditumpas oleh musuh-musuh-Nya, namun Nabi SAW sebagai pembawa risalah pun akan ditumpas habis. Maka aneka tantangan dan rintangan bahkan ancaman pemusnahan jiwa itu mesti dihadapi dengna jihad dengan mengorbankan harta, jiwa, tenaga, fikiran, dan sebagainya. Para sahabat pun membela, dan memperjuangkan agama Allah itu, maju bersama dengan Nabi-Nya untuk melawan kesesatan, kebathilan, dan kedhaliman yang tergabung dalam kekufuran dan kemusyrikan serta aneka penyelewengan.

Oleh karena itu sesuai dengan perintah Allah SWT untuk bershalawat kepada Nabi al kariem, maka shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabat, tabi'in, tabi'it tabi'in, dan seluruh pengikut ajaran Nabi yang setia dengan baik sampai akhir zaman.

Amma ba'du. Kesesatan di zaman nabi Muhammad saw telah dibela oleh kaum kuffar dan musyrikin sedemikian rupa, hingga mereka rela mengorbankan harta dan jiwa demi kesesatan dan kekufuran serta kemusyrikan yang mereka ada-adakan. Tampaknya ketegaran kaum sesatpun diwarisi oleh anak cucu mereka, baik dalam hal fanatisme atau 'ashabiyah-nya maupun dalam hal kedhaliman-kedhalimannya serta sengitnya terhadap pemberantasan kesesatan itu. Meskipun demikian, sebagaimana Nabi Muhammad serta para sahabat rela berjuang untuk memberantas kesesatan dan kebatilan, maka menurut sabda Nabi saw senantiasa ada di antara kamu kaumnya yang memperjuangkan kebenaran tanpa khawatir adanya celaan dari orang yang mencela sampai datang perkara Allah (kiamat). Termotovasi dengan berita dari Rasulullah saw itu, maka LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) bertekad menyumbangkan tenaga dan fikiran serta upaya semoga Allah SWT meridhoi untuk menekuni satu bidang yaitu masalah aliran-aliran dan faham-faham yang sesat ataupun menyimpang.

Alhamdulillah. LPPI telah menerbitkan beberapa tulisan tentang sasatnya Islam Jama'ah/Lemkari/LDII (Lembaga Dakwah islam Indonesia), Syi'ah, Ahmadiyah, dan beberapa brosur tentang bahaya dan sesatnya aliran-aliran menyimpang.

Pada giliran kini LPPI menerbitkan hasil pelacakan selama sekian lama tentang seluk-beluk NII (Negara Islam Indonesia) dan Ma'had Az Zaitun. Untuk itu, sebelum tulisan ini menguraikan data dan fakta kesesatan NII dan Pesantren Az Zaitun, maka perlu kami paparkan beberapa hal yang menyangkut pentingya diterbitkan tulisan ini, di antaranya sebagai berikut :

1.
Banyaknya pertanyaan ke LPPI dan keingintahuan masyarakat tentang NII, apalagi selama tiga tahun terakhir ini setelah pesantren Al Zaitun di Indramayu diresmikan oleh Presiden BJ habibie, LPPI memandang perlu untuk melakukan serangkaian pengkajian tentang pesantren Al Zaytun, pimpinan Abu Toto alias AS Panji Gumilang, dan kaitannya dengan NII.

Pengkajian dilakukan dengan mengumpulkan informasi baik dari buku-buku, mass media cetak maupun dengan wawancara. Wawancara terutama dilakukan dengan mantan aktivis dan mantan pimpinan NII KW IX yang telah bertaubat dan pihak-pihak lain yang dianggap mengetahui tentang NII KW IX, AS panji Gumilang dan Al Zaytun.

2.
Dorongan dari mantan aktivis agar penyelewaengan dan perbuatan jahat AS Panji Gumilang atau Abu TOTO segera dihentikan agar korban-korban baru tidak bertambah lagi.

3.
Dalam diskusi antara tokoh-tokoh masyarakat, para orang tua dan mahasiswa-mahasiswa mantan dan yang masih aktif di NII KW IX di Masjid Salman ITB Bandung Februari 2000, para orang tua sangat prihatin dengan adanya kegiatan NII KW IX yang menyesatkan banyak mahaiswa, yang karena aktivitasnya di NII maka mereka tidak mengikuti kuliah lagi, sehingga sekitar 200-an mahasiswa ITB bandung terancam DO (Drop Out). Para orang tua yang anaknya menjadi korban NII KW IX ini. Tetapi sampai sekarang, baik dari MUI maupun pihak yang berwajib belum/tidak ada upaya untuk merespons masalah tersebut yang sangat meresahkan masyarakat.

4.
NII sebenarnya sekarang ini secara resmi sudah tidak ada lagi karena dengan tertangkapnya dan dieksekusinya sang Iman, Sekarmadji Maridjan Kartosoewiryo (SMK) tahun 1962 berakhirlah perjuangan NII. Mereka semuanya menyerahkan diri atau tertangkap dan mereka sudah tidak menguasai wilayah (teritorial) satu sentimeter pun. Bagaimana NII sebagai sebuah negara tidak mempunyai wilayah dan tidak mempunyai pemerintahan yang berdaulat dapat disebut sebagai negara?

Jika sekarang masih ada yang menamakan diri NII, mereka itu NII gadungan. NII bikinan Ali Murtopho (alm.), ketua Opsus, Waka Bakin, Asprinya Soeharto. Dan NII yang sekarang bergerak merekrut anggota-anggota baru, terutama pelajar dan mahasiswa dengan sistem sel adalah usaha atau gerakan orang-orang yang sesat dan motivasinya bukan untuk agama Islam, tetapi adalah na'udzubillah pengumpulan uang untuk kepentingan pimpinananya semata.

Mantan aktivis NII KW IX yang telah bertaubat dapat menceritakan berapa besar uang yang dikumpulkan dari para anggota lalu diserahkan ke Abu Toto alias Abu Ma'ariq alias AS Panji Gumilang lewat rekening tertentu dengan nama salah satu diantara beberapa namanya tersebut pada bank tertentu. Uang tersebut setelah diterima Abu Toto atau dengan nama lainnya tersebut kemana larinya ? Dipakai buat apa ? Berapa Kekayaan Abu Toto dari hasil tipuan dari para anggota NII tersebut ?

5.
Siapa sesungguhnya Syaikhul Ma'had Al Zaytun, AS Panji Gumilang itu ? Penjelasan dapat dibaca dalam tulisan nanti. Tetapi kenapa dia mendirikan pesantren Al Zaitun yang rencananya begitu luas dan megah ? Apakah benar ia sudah bertaubat ? Apakha pesantren AL Zaitun sebuah lembaga pendidikan Islam seperti pesantren-pesantren yang lain, dengan inovasi-inovasi baru ? Apakah pendidikan Islam di Ma'had Al Zaitun tidak ada penyesatan-penyesatan dari ajaran Islam yang benar seduai dengan Al Quran dan As Sunnah > Kenapa oran gluar tidak boleh tahu tentang apa saja kurikulum yang diberikan dan merekapun tidak boleh melihat proses belajar mengajarnya ? Proyek apakah Ma'had Az Zaitun yang di bawah naungan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) itu ? Walaupun orang luar boleh berkunjung ke pesantren ini namum mereka hanya disuguhi cerita-cerita tentang kehebatan bangunan fisik pesantren ini. Dan apabila ditanya tentang kurikulum mereka hanya menjawab kurikulumnya disusun sesuai dengan kurikulum pendidikan agama dan umum secara terpadu dan tertulis macam apa kurikulum tersebut dan buku-buku apa saja sebagai rujukan / pegangannya. Orang luar hanya menduga-duga jangan-jangan di pesantren Al Zaytun ini dikembangkan faham NII yang menyelengkan ajaran-ajaran Islam seperti mengembangkan ajaran Lembaga Kerasulan dan faham periodesasi perjuangannya : Periode makkah dan Periode Madinah. Faham tersebut diadopsi dari ajaran Isa Bugis. Saat sekarang ini menurut mereka masih dalam periode Mekkah, oleh karennya shalat tidak wajib.

Bagaimana yang diajarkan di Al Zaitun ini apakah dengan berdirinya Al Zaytun ini sudah terwujud atau telah sampai pada periode Madinah ? Ada informasi bahwa seluruh anggota NII KW IX diharapkan nantinya dapat berkumpul di Negara Madinah Al Zaitun, sedangkan yang masih di luar karena masih dalam periode Makkah maka hukum-hukum Islam belum wajib dilaksanakan, seperti yang berkalu sekarang ini.

6.
Dari manakah dana pembangunan Al Zaitun ? Dana untuk membangun pesantren AL Zaitun dengan segala pendukungnya diperkirakan akan menelan biaya triliyunan rupiah, dari mana sajakah dana itu berasa ? Dari dermanwan Luar Negeri . Menurut penuturan para mantan aktivisnya, pimpinan Abu Toto Alias AS PANJI Gumilang, dana tersebut dikumpulkan dari bermacam-macam pungutan dari anggota dengan berbagai macam nama dan istilah.

Tahun 2000 saja, misalnya, masih ada pungutan wajib untuk membangun masjid Rahmatan Lil Alamin di kompleks Al Zaitun. Dari setiap anggotanya harus menyetor uang sebesar satu juta rupiah. Dana yang dikumpulkan dan dikelola itu sangat tertutup dan sama sekali tidak transparan, yang mengetahui persis jumlah dan punggunaannya hanya ABu TOTO alias AS Panji Gumilang (sebagai Imam NII KW IX) dan kroni-kroni dekatnya. Dalam prakteknya di lapangan, ternyata banyak sekali ekses negatif akibat dari infaq wajib ini, di antara ada anggota wanita yang sampai melacurkan diri demi memenuhi kewajiban infaq tersebut. Ada juga yang akhirnya keluar dari gerakan ini, karena tidak mampu memenuhi pungutan-pungutan wajib tersebut. Mereka yang telah keluar mendapat ancaman-ancaman dan teror sampai ancaman pembunuhan.

7.
Dengan tulisan ini diharapkan :

i.
Agar ummat Islam waspada terhadap gerakan-gerakan sempalan seperti gerakan NII KW IX yang bergerak dengan sistem sel. Sebab dalam sejarahnya, Islam tidak disebarkan dengan cara-cara rahasia dan penuh tipuan seperti cara NII dan Ma'had Al Zaitun ini.

ii.
Para mantan aktivis dan mantan anggota NII KW IX supaya proaktif bersedia menjelaskan kepada masyarakat luas atas kesesatan gerakan tersebut, agar korban tidak terus dan semakin bertambah.

iii.
Pimpinan MUI, ormas-ormas Islam, para aulama dan tokoh-tokoh Islam agar ambil peduli atas bahaya yang ditimbulkan gerakan-gerakan sempalan yang menjerumuskan pelajar, mahasiswa dan anak-anak muda Islam serta masyarakat baik individu maupun institusi. Tak ketinggaln kepada para pengelola pabrik-pabrik yang banyak sekali para buruhnya terbat dalam gerakan ini, yang secara langsung atau tidak langsung sangat merugikan perusahaan, hendaknya memproteksi karyawannya dari jalan sesat tersebut. Kepada para ibu rumah tangga pun dihimbau agar berhati-hati terhadap pembantu rumah tangganya. Tidak sedikit kejadian para pembantu rumah tangga tersebut melakukan pencurian atas barang milik majikannya.

iv.
Kepada mereka yang masih terjerat oleh gerakan ini supaya segera bertobat dan kembali ke jalan Islam yang benar. Jangan ada rasa takut terhadap ancaman-ancaman mereka karena dalam kenyataanya ancaman mereka itu hanyalah sekedar gertakan balaka. balum pernah ada seorang pun diantara para pembelot NII KW IX AL Zaitun yang terluka atau cedera akibat ancaman tindakan fisik kelompok sesat tersebut. Dan apabila mereka terbukti mengancam, hendaknya dilaporkan kepada pihak yang berwajib, karena ancaman tersebut sudah bisa dikategorikan sebagai tindakan pidana.

v.
LPPI bersedia menampung pengaduan-pengaduan, baik yang pro maupun yang kontra terhadap masalah gerakan NII KW IX dan Ma'had Al Zaitun. Kirimkan pengaduan saudara ke LPPI, d.a. Masjid Salman ITB Bandung Jawa Barat Indonesia.

Billahittaufiq wal hidayah, wassalaamu'alaikum.

Sabtu, November 27, 2004

RIWAYAT ABU TOTO : Syaykh "resmi" AL ZAYTUN

Syaykh AS Panji Gumilang, pria berperawakan tinggi besar dan berkulit agak gelap, adalah putra daerah kelahiran desa Sembung Anyar, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Ia lahir tanggal 27 Juli 1946. Tamat Sekolah Rakyat di Gresik tahun 1959, masuk Pondok Modern Gontor tahun 1961 dan memperoleh gelar sarjana dari fakultas Adab IAIN Ciputat, Jakarta tahun 1969. Lantas sempat menjadi guru Aliyah di Perguruan Mathla’ul Anwar, Menes, Pandeglang (Propinsi Banten), selama 8 tahun dan berhenti di tahun 1978.

AS Panji Gumilang terlahir bernama Abdus Salam bin Rasyidi. Namanya diganti menjadi Prawoto setelah menyatakan bai’at dan bergabung dengan gerakan NII Wilayah IX pimpinan Seno alias Basyar (alm) di tahun 1978. Ketika itu ia diangkat menjadi pejabat mas’ul jajaran Imarah untuk daerah Banten. Pernah di tahan di POMDAM Bandung selama 8 bulan dalam kasus GPI (Gerakan Pemuda Islam dalam peristiwa SU-MPR th 1978).

Di dalam tahanan, Abdus Salam satu sel dengan Shaleh As’ad dan Mursalin Dahlan. Sejak itulah Prawoto menjadi "fundamentalis" NII. Setelah menjalani masa tahanannya, ia bersentuhan secara intensif dengan para elite NII seperti Adah Djaelani, Aceng Kurnia, Tachmid Rahmat Basuki Kartosuwiryo, Toha Machfudz dan lain-lain yang kala itu dalam status buron setelah tertangkapnya HISPRAN (Haji Ismail Pranoto, awal Januari 1977) dan 23 tokoh komandemen gerakan NII di Jawa Timur. Kasus Hispran ini dikenal dengan nama Koji atau Komji (Komando Jihad).

Ketika para tokoh elite NII Adah Djaelani cs maupun elite NII Wilayah IX tertangkap, juga Seno dan H. Abdul Karim Hasan cs secara bersamaan tertangkap pada Agustus tahun 1981 di Jakarta, Prawoto kabur dan buron ke negeri Sabah Malaysia dengan membawa dana jama’ah, yang menurut sahabatnya berjumlah 2 miliar rupiah. Di Sabah Prawoto memperkenalkan dirinya sebagai pengusaha kayu dan besi tua (dari Indonesia) yang mengalami kebangkrutan.

Prawoto alias Abdus Salam Rasyidi dalam menjalani masa buron tersebut seringkali mondar mandir Banten-Jakarta-Sabah. Tempat Prowoto Abdus Salam Rasyidi singgah di Jakarta adalah di rumah kediaman Ustadz Rani Yunsih, Bidara Cina, Cawang. Sedangkan untuk ongkos tiket kembali ke Sabah seringkali dicukupi oleh HM Sanusi (yang waktu itu masih berdomisili di jalan Bangka, Mampang). Bantuan itu berhenti ketika HM Sanusi mendapat mushibah dijebloskan ke penjara oleh rezim ORBA (1985) dengan tuduhan terlibat kasus peledakan BCA (yang terjadi Oktober 1984).

Tahun 1987 Prawoto alias Abdus Salam kembali ke rumahnya di Menes, Pandeglang (kini provinsi Banten), dan bergabung kembali bersama H. Abd Karim Hasan, M.Ra’is Ahmad dan Nurdin Yahya dalam kelompok gerakan NII LK (Lembaga Kerasulan). Tahun 1990 Toto Salam --nama panggilan barunya-- dipercaya H Karim, Komandan I Wilayah IX untuk menjadi Ka Staf I Wil IX.

Tahun 1992 melakukan kudeta internal di Wil IX lantas menobatkan diri menjadi Komandan Tertinggi NII (Mudabir bin yabah) dan menetapkan wilayah IX sebagai Ummul Qura (Ibukota) NII. Nama baru pun dibuat, diantaranya adalah Syamsul Alam, Nur Alamsyah, Syamsul Ma’arif, Abu Toto, Toto Salam dan Abu Ma’ariq (nama yang terakhir ini digunakan untuk membuka account pada Bank CIC, tempat kelompok ini menyimpan dana jama’ah).

Tahun 1993 Abu Toto Ma’ariq diadili melalui Musyawarah karena perilakunya yang buruk dan berkhianat terhadap kawan sendiri. Antara lain mengakibatkan H Muhammad Ra’is Ahmad ditangkap dan ditahan dalam waktu yang cukup lama. Selain itu, Abu Toto Ma’ariq dinilai tidak pantas memimpin KW IX. Musyawarah pimpinan KW IX akhirnya memutuskan Abu Toto dipecat dari jabatan Mudabir bin yabah (komandan sementara) hasil kudeta tahun 1992 tersebut. Tetapi Abu Ma’ariq membandel, ia tetap berjalan dengan orang-orangnya dan justru akhirnya mampu membangun KW IX membesar.

Selama kurun waktu sejak menjadi Mudabir bin yabah antara tahun 1992-1994 Abu Ma’ariq berhasil menghimpun dana jama’ah yang jumlahnya fantastis melalui qoror-qorornya yang akhirnya berlaku hingga sekarang.

Tahun 1994, hampir 1000 orang anggota NII wilayah Pandeglang (Banten) yang telah menyatakan keluar dari struktur kepemimpinan Abu Toto --serta berhasil memecat Toto di tahun 1993-- ditangkap aparat keamanan. Oleh para mantan NII KW IX tersebut pengakuan dan keterangan diarahkan kepada Abu Toto (artinya mengakui diri mereka sebagai anak buah Toto Salam yang keluar dari jamaah pimpinan Toto Salam). Serta merta Abu Toto sekeluarga kabur dan meninggalkan rumah kediamannya di Menes Pandeglang (Banten) hingga saat ini. Dari kejadian tersebut berbagai pihak mulai menyadari bahwa Abu Toto adalah pemain tingkat tinggi yang bermain dengan pihak aparat. Nampaknya permainan itu berjalan terus hingga sekarang.

Antara tahun 1994-1995 program dan mobilisasi pembebasan tanah di Indramayu untuk rencana pembangunan Ma’had Al Zaytun mulai berlangsung dan selanjutnya berjalan cepat. Tahun 1996, Abu Toto dilantik Adah Djaelani untuk secara resmi menjadi pengganti Adah Djaelani selaku Presiden, Imam dan Komandemen Tertinggi NII. Tahun 1997 meletakkan batu pertama pembangunan Ma’had Al-Zaytun dan sejak saat itu seluruh nama alias yang berendeng itu ditanggalkan, yang ada hanya satu nama baru yaitu AS (Abdus Salam) Panji Gumilang (yang bermakna Abdus Salam Pembawa Bendera Kejayaan NII). Seluruh komunitas ma’had Al Zaytun haram untuk menyatakan ada dan kenal dengan nama-nama samaran atau nama alias AS Panji Gumilang sebelumnya. Dan hanya ada satu sebutan untuk AS Panji Gumilang yang diperbolehkan yaitu Syaykhul Ma’had.

Selama ini, Abu Toto Abdus Salam AS Panji Gumilang pernah mengaku sebagai putra daerah kelahiran Indramayu, di lain waktu ia pernah mengaku sebagai putra daerah kelahiran Kulon (Banten), dan di lain waktu lainnya ia pernah mengaku sebagai putra daerah kelahiran Bogor. Itulah "kehebatan" Abdus Salam yang sebenarnya asli kelahiran Sembung Anyar, Gresik (Jawa Timur).

Toto juga pernah menyatakan, "Masa lalu silahkan berlalu. Masa depan sajalah yang perlu dilihat dan diperhatikan." Padahal, sampai kini ia masih menerapkan dan mengembangkan doktrin sesat NII yang diajarkan Kartosuwiryo, Adah Djaelani dan H. Karim Hasan. Bahkan, kualitas kesesatannya pun kini semakin menjadi-jadi.

[Dinukil dari makalah Umar Abduh pada acara bedah buku di Pemda Indramayu hari Selasa tanggal 2 Okt 2001]

Kamis, November 25, 2004

AL ZAYTUN GATE

Telah Terbit Buku

AL ZAYTUN GATE
Investigasi Mengungkap Misteri Dajjal Indonesia Membangun Negara Impian Iblis

Pesanan langsung hubungi:
LPDI-SIKAT 021 – 8299979, 0815 165 3315

Kompleks Mesjid Al Ihsan
Proyek Pasar Rumput Jl. Sultan Agung, Manggarai Jakarta Selatan
241 halaman + lxxii
Harga Rp 30.000 per eksemplar

Senin, November 22, 2004

Al-Zaytun : Pesantren Qur'an-Hadits

Mengapa kamu tidak betah dan kabur dari Al-Zaytun ?
Hampir sama dengan Ridlwan, namun saya tidak pernah dicekik cuma pernah dipukul sama ustadz Saefuddin Ibrahim. Dia ustadz yang paling galak dan kejam, julukannya Malaikat.

Kamu pemah masuk ruang 130?
Pernah sekali, di situlah saya dipukul ustadz Ibrahim.

Bisa diceritakan proses pelarian Rizal dari ma'had Al-Zaytun?
Saya bersama Akbar sudah merencanakan pelarian sekitar satu minggu. Waktu itu semuanya sedang persiapan shalat Shubuh, saya dan Akbar sambil menunggu peluang di masjid, kebetulan saat itu turun hujan yang cukup lebat. Melalui samping tempat wudhu saya berdua mengendap-endap terus menyeberang dan menyelinap di antara gedung lantas berlari melalui sawah setelah sebelumnya melewati sungai yang sedang deras airnya.

Kami berdua terus berlari menuju arah selatan desa terdekat (desa Suka Slamet maksudnya, pen.), setelah melewati lapangan bola, akhirnya sampailah kami di ujung desa. Kami berdua dihampiri penduduk dan menanyakan keadaan kami, karena pakaian kami basah kuyup dan berlumpur. Lantas kami ditolong masyarakat desa tersebut dan dipinjami pakaian. Lalu disuruh membersihkan badan dan pakaian kotor kami. Setelah itu kami disuruh makan dan istirahat.

Siangnya setelah sholat Dzuhur, kami pamit akan pulang ke Sumedang ke rumah nenek. Dengan menumpang ojek kami berdua diantarkan menuju pangkalan angkot jurusan Sumedang. Saat kabur itu saya tidak bawa uang sama sekali, tetapi Akbar punya uang Rp 40.000.

Sampai di Sumedang sekitar waktu Ashar, di rumah nenek akhirnya kami berdua menginap sambil menghubungi keluarga Akbar di Jogya. Setelah dua hari menginap orangtua Akbar datang menjemput, sedangkan saya diantar pulang ke Tangerang oleh keluarga Nenek di Sumedang saat itu juga.

Sampai di rumah, Bapak saya marah-marah dan hendak mengembalikan saya ke Al-Zaytun. Tapi sebelumnya menghubungi lebih dulu melalui telepon ke sekretariatan ma'had Al-Zaytun, dan dijawab tidak bisa diterima lagi.

Bagaimana kamu merencanakan kabur dari Al-Zaytun?

Saya rencananya kabur bertiga, tapi Ridlwan tidak ikut. Kami bertiga sebelumnya mencari cara bisa kabur, tapi nggak ketahuan. Soalnya banyak santri-santri yang kabur, tapi ketahuan, akhirnya ditangkap keamanan Al-Zaytun (TIBMARA maksudnya, pen.). Lalu kami buat gambar dan arah untuk kabur. Paling aman pagi-pagi lewat belakang Masjid, langsung ke sawah dan tahu-tahu ketemu lapangan sepak bola yang seberangnya sudah rumah penduduk.

Penuturan orangtua Arrizal

Saat penulis melakukan investigasi ke rumah Rizal, hanya berbekal informasi yang sangat minim dari Ridlwan. Selain informasi tentang nama (Arrizal atau Rizal), informasi lain yang bisa diberikan Ridlwan hanya petunjuk singkat: samping Bank BNI Legok. Tangerang. Ternyata bukan BNI tetapi BRI.

Dengan izin Allah, Alhamdulillah kami diberi kemudahan secara tidak sengaja bertemu dengan Kades Kemuning, namun masih satu kecamatan, yang dengan suka hati membantu mencarikan alamat Rizal yang beralamatkan di desa Babakan. Melalui jasa Pak kades Kemuning inilah alamat tersebut ditemukan.

Di bawah ini penuturan orangtua Rizal kepada penulis sehubungan dengan proses pengunduran diri putranya dari ma'had Al-Zaytun.

Kami tadinya sangat berharap sekali pesantren seperti Al-Zaytun itu benar-benar pesantren Qur'an-Hadits dan kehidupan Islam dimulai dari situ, sehingga anak saya tidak saja menguasai bahasa Arab dan Inggris tapi juga bertanggung jawab dan benar dalam melaksanakan Islam ini. Namun anak saya ini setelah liburan semester kemarin tiba-tiba saja ngotot pengin keluar dan pindah ke sekolah biasa saja. Saya juga tidak mengerti sama sekali negatifnya Al-Zaytun, karena yang saya dengar masih baik-baik saja, dan yang saya dapatkan dari anak saya sendiri masih minim untuk bisa membuat penilaian tentang Al-Zaytun.

Walaupun memang kalau kita mau mendengar desas-desus, seperti ketika saya mengunjungi anak saya ada wali santri yang dari Surabaya Jawa Timur membisiki saya, itu lho malaikatnya, sambil menunjuk salah seorang ustadz yang bernama Ibrahim, katanya ustadz Ibrahim itu memang terkenal galak dan kejam.

Selain itu setelah 6 bulan belajar di tingkat persiapan (I'dadi) perkembangan penguasaan bahasanya ternyata belum menunjukkan ada perubahan. Di antaranya ketika saya tanyakan tentang pelajaran tarjamah Al-Qur'an, ternyata sama sekali belum diajarkan dan kalaupun anak ini bisa tetapi terjemahan yang verbal dan malah sepotong-sepotong, tidak mengesankan adanya diajarkan berdasarkan ilmu nahwu-sharaf dan yang semestinya gitu.

Dan ketika saya tanyakan apa yang diajarkan kepadamu tentang rukun-rukun shalat, anak saya sama sekali tidak menyebutkan soal wudhu, dan ketika hal itu saya tanyakan kembali anak saya malah menjawab, kita tidak diajarkan harus wudhu dulu sebelum shalat. Coba tanyakan sendiri kepada anak saya itu. Dan memang kalau saya sempat menginap di ma'had sana seingat saya Syaikh ma'had baru sekali ikut shalat berjama'ah di Masjid, selebihnya ketika saya tanyakan hal tersebut kepada Abi Abdus Salam (Wakil Syaikhul ma'had) kenapa Syaikh tidak kelihatan shalat berjama'ah, jawabnya Syaikh sedang sibuk.

Saat itu memang saya sempat berpikir, bagaimana ini kalau Syaikhnya saja ke Masjidnya cuman hari Jum'at saja, jadi tidak memberi contoh gitu. Demikian pula masalah keputusan, semuanya menunggu Syaikh, sepertinya kalau tidak ada Syaikh semua urusan tidak bisa diselesaikan. Sebagai contoh, ketika saya mengurus untuk mengeluarkan barang-barang anak saya, masa harus menunggu Syaikh. Sampai dua malam saya harus menginap di sana, baru setelah saya ngotot bersikeras dan menyerahkan seluruh dokumen administrasi anak saya kepada mereka, akhirnya baru diperbolehkan membawa barang-barang anak saya.

Dan memang kelihatannya masalah uang sepertinya selalu jadi persoalan, ya kalau seperti saya yang sedikit punya, masalah uang untuk ini uang untuk itu tidak masalah, tapi bagaimana bagi orangtua atau keluarga yang uangnya pas-pasan, menganggap Rp 13.500.000 sudah cukup dan tidak lagi akan dimintai uang ini uang itu pasti akhirnya kerepotan dan kebingungan.

Tapi bagaimanapun saya tetap bersyukur, barangkali keluarnya anak saya dari sana justru malah baik untuk kemudian harinya, artinya belum terlalu jauhlah anak saya, jadi ini seperti diselamatkan oleh Allah. Karena memang niat saya benar-benar ingin yang baik sebelumnya.

Pada kesempatan tersebut Rizal masih belum bersedia untuk ditanya, namun setelah penulis datang kembali dengan membawa serta Ridlwan, barulah Rizal bersedia menceritakan proses pelariannya dari ma'had Al-Zaytun, dan sempat direkam handycam.


Ibu Rahmah

Saya Sedih, Anak Saya Kini Berubah

Dari penuturan orangtua santri yang saat Iedul Adha 1421 H kemarin menyerahkan permintaan anaknya tentang kewajiban ber-Harakah Qurban dalam bentuk uang sebesar Rp 450.000 langsung ke ma'had Al-Zaytun, seakan melengkapi kesedihan dan keputus-asaannya atas keberadaan anaknya di ma'had Al-Zaytun yang makin banyak tuntutannya serta menjadi pemurung dan agak aneh.

Dituturkan dengan nada sedih dan keluh-kesah Ibu Rahmah menceritakan: 'Iedul Adha kemarin saya mengantarkan uang qurban anak saya untuk yang ketiga kalinya ke ma'had, berangkat subuh sampai di sana sekitar pukul 10 wib.

Setelah uang saya serahkan kepada panitia qurban di kesekretariatan Masjid Al-Hayat, barulah saya meminta izin kepada pihak ma'had untuk bertemu dengan anak saya.
Sempat beberapa lama saya menunggu sampai akhirnya saya mengingatkan kembali kepada petugas ma'had agar bisa segera bertemu dengan anak saya. Agak lama kemudian anak saya muncul dengan wajah lesu dan tanpa ekspresi kegembiraan atas kedatangan kami sekeluarga.

Saya pun langsung memeluk sambil menanyakan, bagaimana kabar dan segala sesuatunya, namun malah dijawab dengan pertanyaan yang sifatnya bernada menuntut tentang lambatnya pengiriman uang baik uang rutin maupun uang pengadaan mesin cuci yang baru dibayar separo (Rp 500.000 dari seharusnya Rp 1.000.000) dan berbagai tuntutan keuangan yang tidak terpenuhi.

Saya pun lantas bertanya, kamu ini ngomongnya kok duit melulu sih, baru saja kita bertemu. Saya sangat terkejut ketika anak saya memberikan jawaban: "Yang Ibu berikan ini sesungguhnya belum seberapa bila dibandingkan dengan yang saya terima dari syaikh ma'had, coba hitung berapa kebutuhan hidup di sini setiap bulannya, sementara ibu tidak pernah memikirkannya. Ini baru diminta uang sedikit saja sudah mengeluh dan keberatan."

Lantas dilanjutkan dengan memuji kebaikan syaikh ma'had yang tak bisa digambarkan, yang pada intinya meyakinkan kami keluarganya agar tidak berat hati untuk memenuhi setiap permintaan uang yang ditentukan oleh ma'had.

Kami sekeluarga menjadi termangu, ada apa ya, kok anak saya jadi begini. Tak lama kemudian datang waktu lohor, anak saya pun pamit dan menjanjikan ketemu lagi di masjid setelah pukul 14.00 sesudah makan. Kami pun menunggu sambil berjalan ke sekitar lingkungan ma'had, namun waktu itu kami tidak menyaksikan sama sekali adanya kegiatan penyembelihan qurban pada hari 'Iedul Adha saat itu. Setelah waktu menunjukkan pukul 14.00 kami pun ke masjid, kesana-kemari kami mencari anak tersebut namun belum juga kami temukan, dan baru sekitar hampir waktu Ashar kami dapati anak kami itu duduk termenung di tepi kolam dekat masjid Al-Hayat.

Kami panggil dia. Namun ia datang dan sama sekali tanpa ada semangat, akhirnya kami bujuk-bujuk agar tidak sedih dan kecewa setelah kami berjanji akan memperhatikan keperluan dan permintaannya maka barulah air muka anak saya agak sedikit cerah. Akhirnya kami pulang serasa diganduli dengan penuh pertanyaan yang menggumpal di kepala, sedang perasaan saya pun sebagai orangtua menjadi khawatir sekaligus tersayat-sayat.

Telah diapakan anak saya itu oleh ma'had Al-Zaytun, kenapa ia jadi tidak hormat kepada orangtuanya? Kenapa yang dibicarakan uang, uang dan uang ? Saya sedih dan berharap kiranya keadaan anak saya itu bisa ditolong atau diselamatkan. Dalam perjalanan pulang ternyata kami bertemu dengan orang tua yang senasib dengan kami.

Demikian cerita sekaligus harapan ibu Rahmah kepada Penulis saat diwawancarai pada tanggal 8 Februari 2001.

Dari cerita dan keluh-kesah orangtua salah satu santri di atas tentu tidak menutup kemungkinan adanya keluh-kesah serupa yang saat ini menggumpal dalam pikiran maupun perasaan dan hati masing-masing para orangtua santri. Namun sekedar keluh-kesah tentu tidak akan mengubah keadaan tersebut, terkecuali dengan upaya bersama menghadapi kemisteriusan pesantren yang di balik kemewahannya itu ada penyimpangan dan kesesatan, ada kejahatan dan kezhaliman yang luar biasa, yang dipersiapkan dan dijalankan secara sistematis dan terorganisir.

Bukan suatu prediksi yang berlebihan bila kesimpulan akhir menyatakan praktek program brain washing sesungguhnya telah dilancarkan sejak awal proses pembelajaran di ma'had Al-Zaytun hingga entah kapan berakhirnya, mungkin hal itu berjalan hingga sampai terlepasnya ikatan perasaan maupun ikatan nasab basyariyah antara anak dan orangtua serta keluarga. Na'udzubillahimmdzalik.

Kamis, November 11, 2004

Al Zaytun : Pesantren Bermasalah

“Saya sudah lama tahu soal Al Zaytun, terutama dari cerita para ibu-ibu Majlis Taklim yang berwisata ke Pesantren Al Zaytun. Ceritanya sich tentang bangunannya luar biasa megah, berbagai macam buah dan tanaman yang begitu segar, ada kolom ikannya di sekeliling masjid dan banyak lagi yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan bagaimana mendidik generasi muda ini berkualitas."

"Ada juga yang cerita sama saya tentang al Zaytun yang kesannya misterius. Kami tidak bisa tahu apa sich kurikulum yang mereka pelajari dan bagaimana mereka belajar mengajar. Tapi, ketika saya diskusikan dengan teman-teman di Mesjid Istiqlal, dugaan saya benar bahwa Al Zaytun memang pesantren yang bermasalah. Bisa jadi anak-anak dididik disana sejak dini untuk dicuci otaknya. Buktinya para santri-santri lebih patuh kepada ustadznya disana, ketimbang orangtuanya. Inikan berbahaya, bagaimana masa depan mereka nanti.”

“Bangsa Indonesia ini sudah dirusak sejak lama, orangtuanya sudah tak bisa dijadikan tauladan, generasi mudanya sudah terkontaminasi. Yach, harapan yang tersisa tinggal kepada anak-anak yang masih kecil, yang masih bersih dan bisa didik secara benar. Tapi Masya Allah, bila apa yang saya duga tentang Ma’had Al Zaytun terbukti, apa jadinya masa depan bangsa ini, yang jadi sasaran merekakan anak-anak usia dini.”

Beberapa tokoh dan pemimpin umat Islam yang sempat dimintai pendapat singkatnya soal keberadaan Ma’had Al Zaytun, semuanya menganggap Ma’had Al Zaytun bermasalah, bahkan menurut DR. KH. Syafi’i Ma’arif (Ketua Umum PP. Muhammadiyah) mengatakan,”Al Zaytun itu berbahaya, dan ini pekerjaan besar bagi umat Islam untuk menghadapinya. Kami sudah bicarakan soal Al Zaytun ini dengan KH. Sahal Mahfudz, (Rois Am PBNU yang juga Ketua Umum MUI Pusat) dan Kita harus serius dan mengangkat kasus ini.” Prof. DR. Din Syamsuddin, Sekretaris Umum MUI Pusat pada waktu dekat ini akan mendiskusikan masalah indikasi kesesatan Ma’had Al Zaytun dan isu NII ditingkat Balitbang dan Majelis Fatwa MUI Pusat.

Senin, November 08, 2004

ZAYTUN : NII KW IX Abu Toto

NII (Negara Islam Indonesia) asalnya DI (Darul Islam, diproklamasikan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, 7 Agustus 1949 di Cisayong Tasikmalaya Jawa Barat). Kemudian nama NII itu berupa penjelasan singkat tentang proklamasi. Pada tahun 1980-an ketika diadakan musyawarah tiga wilayah besar (Jawa Barat, Sulawesi, dan Aceh) di Tangerang Jawa Barat, diputuskan bahwa Adah Djaelani Tirtapradja diangkat menjadi Imam NII. Lalu ada pemekaran wilayah NII yang tadinya 7 menjadi 9, penambahannya itu KW VIII (Komandemen Wilayah VIII) Priangan Barat (mencakup Bogor, Sukabumi, Cianjur), dan KW IX Jakarta Raya (Jakarta, Tangerang, Bekasi).

Pada dekade 1990-an KW IX dijadikan sebagai Ummul Quro (ibukota negara) bagi NII, menggantikan Tasikmalaya, atas keputusan Adah Djaelani. Karena pentingnya menguasai ibukota sebagai pusat pemerintahan, maka dibukalah program negara secara lebih luas, dan puncaknya ketika pemerintahan dipegang Abu Toto Syekh Panjigumilang (yang juga Syekh Ma’had Al-Zaitun, Desa Gantar, Indramayu, Jawa Barat) menggantikan Adah Djaelani sejak tahun 1992.

Penyelewengannya terjadi ketika pucuk pimpinan NII dipegang Abu Toto. Ia mengubah beberapa ketetapan-ketetapan Komandemen yang termuat dalam kitab PDB (Pedoman Dharma Bakti) seperti menggantikan makna fai’ dan ghanimah yang tadinya bermakna harta rampasan dari musuh ketika terjadi peperangan (fisik), tetapi oleh Abu Toto diartikan sama saja, baik perang fisik maupun tidak. Artinya, harta orang selain NII boleh dirampas dan dianggap halal. Pemahaman ini tidak dicetuskan dalam bentuk ketetapan syura (musyawarah KW IX) dan juga tidak secara tertulis, namun didoktrinkan kepada jamaahnya. Sehingga jamaahnya banyak yang mencuri, merampok, dan menipu, namun menganggapnya sebagai ibadah, karena sudah diinstruksikan oleh ‘negara’.

Dalam hal shalat, dalam Kitab Undang-undang Dasar NII diwajibkan shalat fardhu 5 waktu, namun perkembangannya, dengan pemahaman teori kondisi perang, maka shalat bisa dirapel. Artinya, dari mulai shalat zuhur sampai dengan shalat subuh dilakukan dalam satu waktu, masing-masing hanya satu rakaat. Ini doktrin Abu Toto dari tahun 2000-an.
Mengenai puasa, mereka mengamalkan hadits tentang mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka dengan cara, sudah terbit matahari pun masih boleh sahur, sedang jam 5 sore sudah boleh berbuka. Alasannya dalil hadits tersebut.

Gerakan ini mencari mangsa dengan jalan setiap jamaah diwajibkan mencari satu orang tiap harinya untuk dibawa tilawah. Lalu diarahkan agar hijrah dan berbaiat sebagai anggota NII. Karena dengan baiat maka seseorang terhapus dari dosa masa lalu, tersucikan diri, dan menjadi ahli surga. Untuk itu peserta ini harus mengeluarkan shadaqah hijrah yang besarnya tergantung dosa yang dilakukan. Anggota NII di Jakarta saja, saat ini diperkirakan 120.000 orang yang aktif.

Data lengkap : klik aja !

Al-Zaytun Tak Akan Terpuruk

LAYAR terkembang karena diembus bayu. Makin kencang ia bertiup, makin cepat pula perahu melaju. Ini adalah amsal yang sering dipakai Abdul Salam Panji Gumilang, pemimpin Ma'had Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat, untuk mengelakkan berbagai tudingan sesat dari para ulama dan tokoh masyarakat.

Tuduhan menyimpang dianggapnya hanya angin. Ia tak akan membuat Al-Zaytun terpuruk, sebaliknya memicunya tambah maju. Selama tiga tahun terakhir, Al-Zaytun memang tak pernah surut digunjingkan. Geger teranyar dirasakan masyarakat Desa Haurgeulis yang berada di sekitar ma'had termegah ini.

Mereka menggunjingkan penguburan seorang pekerja di pesantren itu, yang dikabarkan cuma dibungkus kertas semen. Benarkah? Sekretaris Jenderal Forum Ulama Umat Islam (FUUI), Hedi Muhammad, mengaku sulit menemukan secuil bukti pun. Forum yang paling getol menuding Al-Zaytun sebagai lembaga sesat ini sempat bertandang ke warga sekitar pesantren, akhir Agustus lalu.

Pada kesempatan itu, digelar pengajian yang disampaikan Athian Ali Dai, Ketua FUUI. Acara yang dihadiri sekitar 1.000 warga desa ini tak bertujuan menyulut emosi massa. "Kami justru menenangkan warga," kata Hedi. Dalam ceramahnya, Athian mengupas tentang akhlak bertetangga yang baik. Jika ada yang mencurigakan, lebih baik dilaporkan dan ditangani aparat, bukan dihakimi sendiri.

Sebagian warga sudah lama memendam kecewa terhadap Al-Zaytun. Plang-plang petunjuk jalan ke pesantren sempat dirusak. Tak cuma itu. Masyarakat sempat mengadukan pesantren ini ke DPRD setempat. Mereka minta penyelesaian oleh DPR-RI, Maret tahun silam.

Ratusan warga dari Desa Mekar Jaya, Suka Slamet, dan Tanjung Karet menemui Komisi II DPR, yang saat itu diwakili Rodjil Gufron dan Susono Yusuf dari Fraksi Kebangkitan Bangsa. Mereka menerangkan berbagai kecurigaan penduduk tentang ajaran sesat di Zaytun. Mereka juga menuntut keadilan atas kerugian yang diderita setelah ladang mereka dilego untuk pembangunan pesantren.

Karsan, seorang warga, misalnya, mengaku menjual tanahnya seluas 2 hektare kepada Al-Zaytun. "Seharusnya dibayar Rp 60 juta, ternyata cuma Rp 14 juta," katanya. Pembebasan tanah dimulai pada 1992. Semuanya ditangani calo dari aparat desa setempat. Warga selalu ditakut-takuti, jika tanahnya tak segera dijual, akan diserobot tanpa penggantian sedikit pun.

Keluhan penduduk selama ini tak pernah mendapat klarifikasi dari pengurus Yayasan Pesantren Indonesia --yayasan yang mengelola Al-Zaytun. "Jangankan berhubungan langsung, masuk pesantren saja sulit," kata Karsan. Padahal, menurut dia, sewaktu pembebasan tanah, penduduk sempat diiming-imingi dijadikan pekerja di sana.

Faktanya, tak seorang pun warga desa bekerja di pesantren. Seluruh pegawai, baik pekerja bangunan, penjaga pesantren, maupun yang mengelola pertanian, ladang, dan peternakan, dari luar daerah.

Al-Zaytun mendapat tudingan lain yang lebih seram: pengembang megaproyek untuk menggodok kader-kader militan Negara Islam Indonesia. Kecurigaan ini bermula dari pengakuan para aktivis N Sebelas --sebutan pelesetan untuk Negara Islam Indonesia (NII). Sebutan miring itu, antara lain, dikemukakan aktivis Islam, Al Chaidar. Penulis sejarah DI/TII Kartosoewirjo ini mengaku sempat jadi bagian NII pimpinan Panji Gumilang, yang dikenal sebagai NII Komandemen Wilayah (KW) IX.

Al Chaidar mulai bergabung dengan NII wilayah IX pada 1991. Saat itu, ia masih kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. Ia dipercaya jadi komandan di Bekasi Barat. Tugasnya, selain merekrut anggota sebanyak mungkin, juga mengumpulkan dana.

Selama lima tahun Al Chaidar mengaku berhasil menggaet sekitar 2.000 anggota, dan mengumpulkan uang Rp 2 milyar. Duit itu untuk membangun Ma'had Al-Zaytun. Namun, modus penggalangan dana ini menghalalkan berbagai cara, seperti mencuri atau menipu orang.

Dalam doktrin NII, menurut Al Chaidar, semua yang berada di luar kelompoknya dianggap kafir. Halal darah dan hartanya. Untuk jadi anggota NII harus menyatakan diri "hijrah" --pindah kewarganegaraan. Sebagai buktinya, mereka harus memberikan sedekah Rp 500.000-Rp 5 juta.

Masih versi Al Chaidar, berjubelnya pungutan jadi ciri khas NII Wilayah IX. Dosa besar seperti zina bisa ditebus dengan duit. Makin besar setorannya, makin terhapus dosanya. Zakat fitrah dan kurban juga bisa diganti dalam bentuk uang. Jumlahnya tak dibatasi. Sebab, menurut Al-Zaytun, zakat yang ditakar tak mungkin bisa membersihkan dosa setahun. Pemanfaatan dana dari setoran zakat dan kurban pun bukan untuk fakir miskin, melainkan pembangunan pesantren.

Selain itu, semua anggota tak terikat dengan kewajiban syariat Islam, seperti salat dan puasa. Alasannya, sebelum negara Islam ditegakkan, ibadah itu belum diwajibkan. Yang diutamakan adalah aktivitas merekrut anggota dan mengumpulkan dana.

Cerita ini persis dengan yang ditemukan Tim Investigasi Aliran Sesat (TIAS), bentukan FUUI. Karena itu, forum ini mengeluarkan fatwa sesat terhadap Al-Zaytun, 16 Februari tahun silam. Sejak itu pula, menurut Athian Ali Dai, pengaduan para orangtua korban NII KW IX bertambah banyak.

Mereka mengaku menemukan anaknya jadi aneh setelah ikut pengajian NII. Mereka tak lagi mengindahkan nasihat orangtua, malah berani terang-terangan meninggalkan salat. Pengaduan para orangtua ini sempat ditindaklanjuti polisi. Sebanyak 17 aktivis NII diciduk, April tahun silam, di Jalan Muararajen, Bandung Tengah, Jawa Barat. Rumah itu dijadikan tempat pengajian dan pembaiatan anggota baru.

Kasus serupa sempat terjadi di Jalan Sukarajin, Cicadas, Bandung, September tahun silam. Kebanyakan berstatus mahasiswa. Namun, polisi akhirnya melepaskan, karena tak punya alasan hukum untuk menahannya.

Sepak terjang NII ini jadi perhatian serius Departemen Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dua lembaga ini membentuk tim investigasi untuk membuktikan tudingan sesat terhadap Al Zaytun yang disinyalir terkait dengan gerakan NII KW IX.

Dua tim ini ternyata punya kesimpulan berbeda. Berdasar penelitian Departemen Agama yang dipublikasikan Maret tahun lalu, Al-Zaytun tak terbukti menganut ajaran sesat. Pendapatnya mengenai zakat fitrah dan kurban yang bisa dibayar dengan uang dan tak dibatasi jumlahnya bukanlah penyimpangan. Itu menyangkut reaktualisasi dan kontekstualisasi ajaran Islam.

Tapi, Tim MUI yang dipimpin KH Ma'ruf Amin berpendapat sebaliknya. Konsep zakat fitrah dan kurban ala Al-Zaytun dianggap menyimpang dari syariat Islam. Lebih jauh, temuan MUI yang dipaparkan Februari lalu ini menyatakan adanya indikasi kuat hubungan antara Al-Zaytun dan NII KW IX. Hubungan tersebut bersifat historis, finansial, dan kepemimpinan.

Memang, menurut Ma'ruf, MUI belum menemukan sistem pendidikan di Al-Zaytun juga ikut serong. Namun, ditemukan berbagai bukti bahwa Panji Gumilang dan sejumlah pengurus yayasan terkait dengan NII KW IX. Organisasi ini dijadikan sarana untuk rekrutmen santri dan penggalangan dana.

Penelusuran GATRA berkali-kali ke Al-Zaytun memang tak membuahkan hasil. Laiknya pesantren, kegiatan keagamaan berjalan biasa, mulai salat berjamaah, mengaji, hingga aktivitas belajar lainnya. Begitu pula kurikulum yang diajarkan. Setelah diacak-acak, hasilnya nihil. Tak tercatat adanya ajaran yang menyeramkan.

Namun, sosok Panji Gumilang tetap menyimpan misteri. Kepada GATRA, ia tak mau mengungkapkan bagaimana bersikap jujur untuk urusan dana, apalagi minta klarifikasi seputar keterlibatan di NII KW IX. Jawabannya selalu diplomatis. "Untuk apa klarifikasi, yang penting tunjukkan karya nyata," katanya.

Temuan MUI dan FUUI dianggap angin lalu. Katanya, tak ada kewajiban menjelaskan duduk perkara. Tapi, sikap diam inilah yang justru membuat Al-Zaytun tak habis-habis dirundung kontroversi. (GTR)

ZAYTUN : Prestasinya Spektakuler !

Tak bisa disangkal, bangunan pondok pesantren Al-Zaytun yang terletak di desa Gantar, Mekar Jaya, Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat, merupakan pondok pesantren termegah saat ini. Demikian megahnya, sampai-sampai banyak masyarakat Jakarta khususnya, yang telah terbiasa dengan keberadaan kawasan elite dan modern pun masih tetap terkesima, [1] terkagum-kagum saat mereka berbondong-bondong meninjau dan melihat dari dekat pesantren yang termegah serta terbesar di Asia Tenggara itu.

Untuk sarana dan prasarana pendidikan, dialokasikan kurang lebih 16,5 persen atau sekitar 200 hektar dari total luas tanah Yayasan Pesantren Indonesia yang konon mencapai 1.200 hektar lebih. Sedang lahan seluas 1.000 hektar dialokasikan sebagai ruang terbuka yang sekaligus sebagai lahan pendukung bagi Ma'had Al-Zaytun.
Setiap pengunjung yang berwisata ke Ma'had Al Zaytun untuk pertama kalinya hampir pasti akan menyimpulkan, inilah gambaran dan wujud sebuah pesantren yang tidak saja terpadu dan megah, juga sangat menjanjikan bagi masa depan Islam wal muslimin di Indonesia. Nama-nama sahabat Nabi SAW (Khulafaur Rasyidin), diabadikan pada berbagai gedung, seperti Gedung Pembelajaran unit I diberi nama Abu Bakar Ash Shidiq yang menempati areal seluas 10.000 meter persegi dan memiliki 48 lokal kelas dengan kapasitas 1.500 siswa. Gedung Pembelajaran unit II diberi nama Umar Ibnul Khaththab, me-nempati areal seluas 12.500 meter persegi, memiliki jumlah lokal dan kapasitas 1.700 siswa.

Sedangkan untuk gedung asrama, baik untuk santri putra maupun putri, diberi nama Al Musthafa, yang letaknya ber-hadapan dan dipisahkan dengan bangunan masjid utama. Gedung asrama santri merupakan suatu blok yang pada masing-masing blok menempati areal tanah seluas 22.000 meter persegi, yang terdiri dari 12 unit bangunan berlantai lima, dan memiliki 170 unit kamar tidur. Satu unit kamar tidur memiliki luas 72 meter persegi dengan kapasitas 10 santri, dan dilengkapi dengan lima tempat tidur susun berikut lima lemari pakaian, serta dilengkapi tiga kamar mandi dan wastafel. Sedangkan pada ruang belajar disediakan fasilitas meja kursi belajar dan rak buku perpustakaan.

Kelengkapan lain dari gedung asrama adalah disediakannya laboratorium komputer, laboratorium bahasa dan perpustakaan. Fasilitas pendukung asrama seperti ruang makan, kitchen dan laundry disediakan dalam bentuk ruang bangunan rumah makan, yang mampu melayani sekitar 1.700 santri. Kitchen dan laundry [2] masing-masing dalam bentuk bangunan yang luasnya 1.200 meter persegi, dan dilengkapi dengan peralatan modern.

Masjid utama yang terletak di antara blok asrama santri putra dan putri, berdiri di atas lokasi dengan luas lahan sekitar 6,5 hektar. Bangunan utama terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama untuk balai sidang, lantai kedua untuk perpustakaan besar, dan lantai tiga untuk mushalla yang kapasitasnya mampu menampung sebanyak 26.000 jamaah. Namun untuk tahap pertama Al-Zaytun membangun masjid I'dadi (Masjid Persiapan) seluas 3.600 meter persegi, dengan nama Al-Hayat, yang diambil dari nama salah seorang Camat setempat, M. Hayat. Kemungkinan diabadikannya nama itu untuk menghormati dan sekaligus mengikat keterlibatan emosi serta dukungan aparat garis depan Pemda-Muspida-Muspika setempat kepada Al-Zaytun. Dan kini masjid utama pun sedang dalam pembangunan, yang nantinya akan menjadi sebuah mesjid megah dengan seribu satu pintu dan diberi nama masjid Rahmatan lil 'Alamin. [3]

Sarana penunjang pendidikan yang lain, di antara alokasi lahan seluas 200 hektar, adalah untuk bangunan pendidikan sebanyak 26 hektar, dipersiapkan khusus untuk bangunan sarana olahraga. Pada bagian blok timur dialokasikan sebanyak 6,5 hektar untuk dibangun stadion Palagan Agung, yang dilengkapi dengan tribune (semacam stadion madya Senayan, tetapi dilengkapi dengan lapangan sepak bola), dan juga dibangun kolam renang khusus untuk santri putra dan putri secara terpisah. Gedung olahraga tertutup untuk santri putra dan putri secara terpisah pula dan dibangun juga gedung kesenian.

Sedangkan di bagian blok barat dialokasikan sama dengan blok timur sebanyak 6,5 hektar yang direncanakan untuk dibuat empat buah lapangan sepak bola, dua lapangan hockey, empat lapangan bola basket serta delapan lapangan bola volley. Adapun untuk blok utara dialokasikan seluas 13 hektar yang khusus direncanakan nantinya untuk dibangun sejumlah sarana olahraga yang lebih lengkap dan bertaraf internasional, baik ukuran maupun kualitas materialnya, diantaranya stadion futuristik yang mampu menampung penonton 100.000 orang lebih, juga sarana untuk seluruh jenis olahraga. Suatu rencana yang obsesif untuk mendukung citra pesantren Al-Zaytun, apalagi adanya azam yang kuat untuk mengadakan dan menyelenggarakan Porseni (Pekan Olah Raga dan Seni Santri) tahun 2001, dengan mengundang seluruh pesantren di Indonesia. [4]

Sarana pendukung program pendidikan dan kehidupan pesantren lain yang telah ada diorientasikan kepada pengelolaan lingkungan hidup serta pengembangannya, diantaranya adalah dengan membangun peternakan, perikanan dan pertanian yang dititik-beratkan pada sinergi penyehatan lingkungan sekaligus meraih berbagai keuntungan.
Menurut publikasi yang dilakukan pihak Al-Zaytun, bumi Al-Zaytun yang sebelumnya kering dan tandus, [5] kini ditumbuhi segala jenis tanaman, termasuk pohon Tin, Korma dan Zaytun, yang biasanya hanya bisa tumbuh di negeri yang suhu dan keadaan tanahnya sama dengan negeri-negeri Arab. Pohon Tiin yang diwakafkan oleh pewakif dari Yordania dan Palestina, menurut publikasi mereka, konon hanya dalam tempo 40 hari semenjak ditancapkan akarnya di bumi Al-Zaytun ternyata langsung berputik. Padahal di negerinya sendiri belum tentu bisa secepat itu.

Yayasan Pesantren Indonesia ini dibentuk dan berdiri secara resmi baru sekitar delapan tahun lalu, tepatnya tanggal 1 Juni 1993 atau tanggal 10 Dzulhijjah 1413 H, dengan akte pendirian tertanggal 25 Januari 1994 bernomor 61 pada Notaris Ny. li Rokayah Sulaiman, SH. Meski tergolong baru, "prestasinya" terkesan spektakuler, bahkan sangat luar biasa untuk ukuran sebuah yayasan ummat Islam pada umumnya.
Kemunculan Yayasan Pesantren Indonesia sendiri terkesan tiba-tiba, begitu juga dengan kemampuan mereka menghimpun dana dalam jumlah besar dan dalam tempo yang relatif singkat, mengundang keheranan tersendiri. Apalagi, sampai saat ini kemampuan ekonomi ummat Islam khususnya masih carut-marut, akibat politik peminggiran yang dilakukan oleh rezim Orde Baru terhadap ummat Islam.

Sampai saat ini rasanya belum ada satupun lembaga kemasyarakatan (ormas) Islam yang memiliki kemampuan finansial memadai dan siap untuk menguasai lahan seluas lebih dari seribu hektar. Disamping itu, persyaratan untuk menguasai lahan dalam jumlah ribuan hektar termasuk sangat rumit serta ketat. Pemerintah daerah selalu mengaitkannya dengan izin peruntukan, sehingga hanya kalangan developer dan konglomerat sajalah yang bisa memenuhi persyaratan tersebut.

Ternyata, YPI (Yayasan Pesantren Indonesia), sebuah yayasan Muslim "partikulir" yang secara formal tidak memiliki kaitan dengan institusi yang lebih kuat seperti yayasan milik Keluarga Cendana (Soeharto) [6], yayasan KORPRI, ataupun ICMI [7] dan yang sejenis, dan tidak pula dengan yayasan-yayasan masyarakat Muslim yang ada sebelumnya, ternyata bisa mengusasi lahan seluas ribuan hektar.

Secara formal, YPI (Ma'had Al-Zaytun) tidak punya hubungan dengan --katakanlah-- ICMI dan sebagainya. Namun menurut harian Republika edisi Ramadlan, Desember tahun 2000, dikabarkan bahwa ICMI di bawah kepemimpinan Adi Sasono dan segenap pengurusnya menggelar kegiatan dan kajian bersama dengan Syaikh al-Ma'had Al-Zaytun, AS Panji Gumilang di Pesantren Al-Zaytun, Haurgeulis Indiamayu. Demikian halnya para tokoh Golkar senior seperti, Harmoko, Abdul Ghafur, Isma'il Shaleh, Slamet Efendi Yusuf dan lain-lain.

Meski begitu, pihak Al-Zaytun tetap saja menyangkal. AS Panji Gumilang Syaikh Al-Ma'had Al-Zaytun saat peresmian pesantren ini pernah menyatakan: "Kami tidak ada hubungan dengan keluarga Cendana atau konglomerat, yang jelas dengan idzin Allah semua bisa berjalan, karena banyak hamba Allah yang mewakafkan tanah, bangunan dan ternaknya di sini."

Yang jelas, YPI dengan Al-Zaytunnya adalah sebuah yayasan yang pengurusnya adalah orang-orang yang bersahaja dan berlatar belakang bersahaja pula. Namun bila tiba-tiba mereka mampu menguasai lahan seluas 1.200 hektar, dengan alasan merupakan tanah waqaf sekalipun, tetap mengundang tanda tanya, dan rasanya mustahil bila tidak punya akses ke institusi yang lebih kuat (minimal secara politis).

[1] Hendropriyono semasih menjabat sebagai Menteri Koperasi dan Transmigrasi pernah meninjau Al-Zaytun dengan mengendarai pesawat sendiri (tanpa co-pilot dan ajudan). Di atas langit Al-Zaytun, Hendropriyono seperti terkesima, ia tidak yakin bahwa bangunan megah di bawahnya adalah pesantren Al-Zaytun, tempat dimana seharusnya ia mendarat. Akibatnya ia kebablasan hingga Cirebon. Kisah ini disampaikan KH A. Kholil Ridwan, Ketua BKSPPI, pada acara “Peluncuran Perdana dan Bedah Buku Pesantren Al-Zaytun Sesat” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 22 Juni 2001.
[2] Pelayanan laundry tidak gratis tetapi dikenakan bayaran, demikian juga dengan pelayanan lainnya seperti kesehatan dan sebagainya tidak ada yang gratis.
[3] Ketika penulis melakukan investigasi langsung ke lokasi, saat itu masih berbentuk pondasi bangunan masjid saja, luas tanahnya pun hanya satu hektar, namun akan dibangun sampai 6 lantai tidak seperti yang dipublikasikan lewat media yang dimilikinya, Majalah Al-Zaytun.
[4] POSPENAS I (Pekan Olahraga & Seni Pondok Pesantren Nasional) berlangsung 28 Oktober hingga 3 November 2001 di Ma’had Al-Zaytun, yang mendapat reaksi penolakan dari komunitas pondok pesantren. Penolakan itu diwujudkan dalam bentuk membuat “Pernyataan Bersama Komunitas Pondok Pesantren” yang ditandatangani oleh 20 tokoh Pondok Pesantren nasonal.
[5] Areal yang sekarang ditempati bangunan Ma’had Al-Zaytun (200 ha) sebelumnya adalah lahan produktif. Total lahan produktif yang dikuasai Al-Zaytun di Desa Mekar Jaya menurut penjelasan BPD (Badan Perwakilan Desa) Mekar Jaya adalah seluas 650 hektar
[6] Namun dalam kenyataannya Soeharto di saat masih aktif sebagai Presiden RI tercatat ikut pula memberikan sumbangan beberapa ekor sapi kepada Al Zaytun.
[7] Padahal sebagaimana pengakuan Adi Sasono yang juga dibenarkan oleh komunitas Al Zaytun, Abu Toto sudah sering mondar-mandir di Gedung BPPT sejak tahun 1996, ketika berkepentingan untuk menjelaskan rencana Ma'had Al Zaytun kepada dirinya saat itu. Baca Majalah Bulanan Al-Zaytun edisi 12-2000 hal. 113.